> >

Benarkah Remaja Labil Punya Bakat Lakukan Tindakan Ekstrem hingga Membunuh? Ini Kata Psikolog

Peristiwa | 2 Desember 2024, 15:14 WIB
Ilustrasi tahanan. (Sumber: Istimewa via wartakotalive)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Polisi menetapkan remaja berinisial MAS (14) tahun sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan terhadap ayah dan neneknya di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan.

Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan AKP Nurma Dewi menyebut penetapan tersangka berdasarkan alat bukti yang cukup. 

Menurut penjelasannya, MAS juga telah mengakui perbuatannya kepada pihak kepolisian.

"Iya dia mengakui, tapi untuk sementara ini tetap kita dalami," ujarn Nurma.

Kasus-kasus pembunuhan yang dilakukan remaja generasi Z seperti yang terjadi di Lebak Bulus membuat masyarakat berpikir bagaimana orangtua memberi edukasi di mana setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda-beda.

Baca Juga: Kasus Anak Bunuh Ayah dan Neneknya di Lebak Bulus: Polisi Periksa Pihak Sekolah, Dalami soal Ini

Psikolog forensik Kassandra Putranto menjelaskan ada 4 faktor yang dapat menyebabkan seseorang, terutama remaja, melakukan tindakan ekstrem seperti kasus pembunuhan anak bunuh ayah dan nenek di Lebak Bulus.

"Pertama ada berbagai masalah gangguan mental emosional, gangguan kepribadian dan gangguan jiwa berpotensi dapat memicu perilaku agresif dan kekerasan. Perilaku agresif ini juga bisa disebabkan oleh gangguan impulsif (impulse control disorders), yang menyebabkan individu sulit mengendalikan dorongan untuk melakukan tindakan ekstrem dalam situasi tertentu, misalnya kemarahan atau frustrasi yang tidak bisa diatasi dengan cara yang lebih sehat," ujar Kassandra seperti dihubungi KompasTV, Senin (2/12/2024).

"Kedua, anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang penuh kekerasan atau kecemasan seringkali mengalami kesulitan dalam mengelola emosi dan berisiko untuk menunjukkan perilaku agresif, termasuk terhadap orang yang dekat dengan mereka seperti orangtua atau saudara."

"Ketiga, remaja seringkali terjebak dalam konflik internal yang sangat besar, seperti pencarian identitas, tekanan teman sebaya, atau masalah akademis. Stres yang tidak terkelola dengan baik, disertai dengan kurangnya keterampilan koping (coping skills), bisa mendorong remaja untuk melepaskan emosi mereka dengan cara yang destruktif, termasuk kekerasan," ujarnya.

Penulis : Ade Indra Kusuma Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU