> >

Johanis Tanak Ingin Meniadakan OTT KPK, ICW Sebut Menyesatkan dan Hanya untuk Ambil Hati DPR

Hukum | 20 November 2024, 12:58 WIB
Foto Arsip. Wakil Ketua KPK Johanis Tanak. ICW mengomentari pernyataan Capim KPK Johanis Tanak ingin meniadakan OTT jika terpilih sebagai Ketua KPK. (Sumber: ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengomentari pernyataan Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak yang ingin meniadakan Operasi Tangkap Tangan atau OTT jika terpilih sebagai Ketua KPK.

Peneliti ICW Diky Anandya menilai pernyataan Johanis tersebut menyesatkan dan hanya ingin mengambil hati anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Dalam pandangan ICW, pernyataan itu dilontarkan oleh Tanak tidak lebih dari sekedar hanya untuk mengambil hati anggota DPR yang mengujinya," kata Diky Anandya dalam keterangannya, Rabu (20/11/2024).

"Padahal yang disampaikannya jelas tidak berdasar dan menyesatkan," imbuhnya, dikutip dari Tribunnews.

Menurutnya, Johanis perlu memahami, OTT menjadi salah satu instrumen hukum yang sangat ampuh untuk melakukan penindakan di KPK.

Pasalnya, banyak tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara mulai dari menteri, ketua DPR, hingga hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terungkap melalui OTT.

Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan dalam melakukan OTT, selalu didahului dengan proses perencanaan mulai dari proses penyadapan yang kemudiaan diikuti oleh pengintaian terhadap terduga pelaku.

Dan ketika terduga beraksi, lanjut ia, KPK dapat langsung melakukan penangkapan. 

Baca Juga: Capim KPK Johanis Tanak Sebut Penerapan OTT Tak Tepat: Saya Akan Tutup

"Sehingga, OTT yang selalu dilakukan oleh KPK adalah bentuk manifestasi dari hasil penyadapan sebagai bukti petunjuk untuk mengungkap tindak pidana dan menangkap pelaku," jelasnya.

Dengan kata lain, terminologi OTT yang digunakan KPK sama dengan keadaan tertangkap tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).

Sehingga, menurutnya, jika Johanis hendak menghapus OTT sebagai sebuah strategi dalam pemberantasan korupsi, hal itu justru merupakan bentuk untuk melemahkan kinerja KPK. 

Sebab itu, ICW pun mendesak anggota DPR untuk tidak memilih calon pimpinan KPK berdasarkan selera subjektif hanya kerena calon yang diuji hendak menghapus OTT.

Pasalnya, lanjut Dicky, hal tersebut bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi.

Diberitakan sebelumnya, pernyataan Johanis Tanak terkait ingin menghapus OTT disampaikan  saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (19/11).

"Seandainya bisa jadi (Ketua KPK), mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close. Karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," kata Johanis.

Wakil Ketua KPK itu menjelaskan, alasan dirinya ingin meniadakan OTT, karena penerapan OTT lembaga antirasuah saat ini tidak tepat. 

Menurut penuturannya, operasi itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dicontohkan adalah seorang dokter, yang akan melakukan operasi. Tentunya semua sudah siap dan telah direncanakan.

"Sementara pengertian tertangkap tangan menurut KUHAP adalah suatu peristiwa yang terjadinya seketika itu juga pelakunya ditangkap. Dan pelakunya langsung menjadi tersangka," jelasnya.

"Terus, kalau seketika pelakunya melakukan perbuatan dan ditangkap, tentunya tidak ada perencanaan. Nah kalau ada suatu perencanaan operasi itu, terencana, satu dikatakan suatu peristiwa itu ditangkap, ini suatu tumpang tindih. Itu tidak tepat," sambungnya.

Baca Juga: Capim KPK Agus Joko Pramono Dapat Sinyal Positif dari Benny K Harman: Mudah-mudahan Jadi

 

Penulis : Isnaya Helmi Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV/Tribunnews.


TERBARU