> >

Pengamat Pertanyakan Efektivitas dan Efisiensi Kabinet Merah Putih yang Gemuk

Politik | 23 Oktober 2024, 15:24 WIB
Presiden Prabowo Subianto (depan tengah) dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka (barisan depan, keempat dari kanan) berfoto bersama para anggota kabinet di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (21/10/2024). (Sumber: AP Photo/Achmad Ibrahim)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat politik Pieter C Zulkifli mempertanyakan efektivitas dan efisiensi Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto. 

Menurut dia, jumlah 48 menteri dan 56 wakil menteri itu terlalu besar atau gemuk. Ia pun menilai hal ini sebagai bentuk politik transaksional atau politik balas budi. 

"Koalisi besar yang dibentuk untuk meraih kemenangan dalam pemilu biasanya harus 'dibayar' dengan bagi-bagi kursi menteri kepada partai-partai pendukung. Apakah benar ini solusi efektif?" kata Pieter dalam keterangannya, Rabu (23/10/2024).

"Sejarah menunjukkan bahwa kinerja kabinet yang besar bisa memperlambat pengambilan keputusan karena setiap kebijakan harus melewati banyak lapisan kepentingan."

Baca Juga: Prabowo Gelar Sidang Kabinet Paripurna Perdana, Temanya Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas

Pieter berpandangan pembentukan kabinet gemuk itu terkesan setengah hati. Sebab, posisi-posisi strategis yang seharusnya tidak boleh menjadi alat kompromi politik justru diisi oleh figur-figur yang diragukan kredibilitas dan integritasnya.

Padahal, jabatan-jabatan strategis semestinya dipegang oleh orang-orang yang berintegritas dan setia kepada bangsa.

Dia membandingkan kabinet gemuk Prabowo dengan kabinet Kanada di bawah Perdana Menteri Justin Trudeau pada 2015 yang sering dipuji sebagai salah satu kabinet terbaik di dunia karena diisi oleh figur-figur kompeten. Setiap kementerian dipimpin oleh tokoh yang ahli di bidangnya.

Salah satu contohnya, Menteri Kesehatan yang dijabat oleh seorang dokter dengan pengalaman belasan tahun di Afrika. Lalu, Menteri Transportasi diisi seorang astronaut.

"Bandingkan dengan Indonesia, di mana jabatan menteri masih sering menjadi alat politik balas budi. Jika kabinet Prabowo-Gibran ingin sukses, mereka harus belajar dari pengalaman tersebut, dengan menempatkan orang-orang yang benar-benar kompeten dan tidak hanya memenuhi tuntutan politik," kata mantan Ketua Komisi III DPR RI tersebut.

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU