Guru Besar Hukum UI Bicara Perkara Mardani Maming, Soroti Kekhilafan Hakim
Hukum | 15 Oktober 2024, 13:01 WIBBaca Juga: Pakar Hukum Sebut KY Harus Pantau Proses PK yang Diajukan Mardani Maming
Selain itu, lanjut Topo, telah ada Keputusan Pengadilan Niaga yang inkrah dan menyatakan bahwa itu adalah murni bisnis antar perusahaan.
Dengan demikian, jika ada kontrak dan putusan pengadilan, maka tidak bisa dikatakan sebagai kesepakatan diam-diam.
Adapun yang ketiga, kata Topo, yaitu kesalahan dalam penerapan pasal 12 Huruf b UU PTPK (Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Menurutnya, Majelis Hakim pada tingkat pertama yang keputusannya diperkuat oleh pengadilan banding dan kasasi keliru dalam menyatakan terpenuhinya semua unsur pada Pasal 12 huruf b UU PTPK.
“Tidak terlihat adanya mens rea (niat jahat) dalam tindakan terdakwa. Prosedur hukum telah dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan tidak ada hubungan kausal antara keputusan terdakwa dengan penerimaan dividen, fee, atau saham yang dianggap sebagai hadiah,” tegas Topo.
Berdasarkan hasil kajian hukum tersebut, Topo menyatakan, Mardani H. Maming seharusnya dinyatakan bebas.
Baca Juga: KY Surati MA untuk Pantau Hakim yang Tangani PK Mardani Maming
Ia juga berpendapat, Mahkamah Agung semestinya memulihkan harkat dan martabat terdakwa sesuai dengan keadaan sebelumnya.
"Dengan mempertimbangkan dokumen yang telah saya pelajari, baik putusan pengadilan tingkat pertama, banding, maupun kasasi, saya menyimpulkan bahwa terdapat kekhilafan yang nyata dalam penanganan kasus ini," pungkas Topo, memberi catatan.
Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, kasus yang menjerat Mardani Maming merupakan tindakan korupsi karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 12 huruf b Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Maming pun divonis 10 tahun penjara.
Ia didakwa menerima gratifikasi dari Henry dengan total tidak kurang dari Rp118 miliar saat menjabat Bupati Tanah Bumbu. Gratifikasi tersebut terkait SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang persetujuan pengalihan IUP OP dari PT BKPL kepada PT PCN.
Mantan Bendahara PBNU ini pun mengajukan banding. Namun Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Kalimantan Selatan, malam menambah hukumannya dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Mardani juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar.
Penulis : Deni Muliya Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV