> >

Data NPWP dan NIK Diduga Bocor, Anggota Komisi I DPR: Pemerintah Bebal

Politik | 20 September 2024, 21:45 WIB
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta. (Sumber: DOK. Oji/Man/dpr.go.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta merespons dugaan kebocoran 6 juta data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 

Politikus PKS itu mengaku sudah malas mengimbau pemerintah, karena hingga kini tak ada upaya penindakan agar peristiwa tersebut tak terjadi lagi. 

"Bosan imbaunya, pemerintah bebal banget. Data bocor terus, sudah bosen imbaunya," kata Sukamta di gedung DPR, Jakarta, Jumat (20/9/2024).

Baca Juga: Pakar Siber soal 6 Juta Data NPWP Bocor: Pemerintah Tidak Ada Belajar-Belajarnya

Saat ditanya apakah Komisi I bakal memanggil pihak pemerintah untuk meminta penjelasan, ia mempertanyakan tindakan yang akan diambil Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi.

"Semau-maunya aja menteri mau ngapain tuh. Sudah diingetin berbagai cara kan," katanya.

Ia menambahkan, pihaknya akan menunggu langkah apa yang bakal diambil Menkominfo. Sebab, salah satu data yang bocor milik Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Nggak tahu, setelah presiden datanya bocor, menterinya mau berkilah apa itu," katanya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan telah mengambil langkah cepat dengan menginstruksikan beberapa lembaga pemerintah untuk segera melakukan tindakan mitigasi. 

Data yang diduga bocor dikabarkan mencakup informasi pribadi sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Jokowi, Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

"Saya sudah perintahkan Kominfo maupun Kementerian Keuangan untuk memitigasi secepatnya. Termasuk BSSN untuk mitigasi secepatnya," ujar Jokowi, Kamis (19/9/2024), dikutip dari Kompas.com.

Ia menyebutkan beberapa kemungkinan penyebab kebocoran data tersebut. 

Baca Juga: Pakar: DJP Harus Berikan Mitigasi 6,6 Juta Orang yang NPWP-nya Bocor, Data Ini Cukup untuk Penipuan

"Semua data mungkin karena keteledoran password atau karena penyimpanan data yang terlalu banyak. Tempatkan yang berbeda bisa menjadi ruang untuk ruang diretas hacker," jelasnya.

 

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU