> >

Kisah Keteladanan Bung Hatta, Tolak Pakai Uang Negara dan Pilih Naik Pesawat Komersial saat Berhaji

Humaniora | 19 September 2024, 05:00 WIB
Bung Hatta (berdiri) ketika menjelaskan lagi pendapatnya tentang saat-saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan di rumah bekas penculiknya, Singgih (baju batik hitam). Tampak dari kiri kekanan: GPH Djatikusumo, D. Matullesy SH, Singgih, Mayjen (Purn) Sungkono, Bung Hatta, dan bekas tamtama PETA Hamdhani, yang membantu Singgih dalam penculikan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok. (Sumber: Kompas/JB Suratno)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kisah keteladanan Mohammad Hatta tidak pernah berhenti ditulis. Karena apa yang dia ucapkan, itu juga yang dia jalankan.

Wakil Presiden pertama RI ini punya beragam kisah kesederhanaan meski dia pendiri bangsa dan pejabat publik.

Salah satunya, saat Hatta dan keluarga akan berangkat menunaikan ibadah haji ke Mekah bersama keluarga pada Agustus 1952. 

Kala itu, Presiden Soekarno sempat menawarkan agar Bung Hatta dan keluarga menggunakan pesawat terbang dengan biaya pemerintah. Namun tawaran tersebut ditolak.

Baca Juga: Tiga Berita Populer: Kesederhanaan Paus, Kaesang Bungkam, KPK Telaah Laporan Gratifikasi Jet Pribadi

Bung Hatta ingin berangkat haji dengan status orang biasa, bukan wakil presiden. Ternyata seluruh biaya haji Bung Hatta didapatkan dari hasil penjualan buku yang terbit di Belanda yang berjudul "Verspreide Geschriften".

Sekretaris pribadi Hatta, I Wangsa Widjaja, memberikan kesaksian tentang hal itu.

"Meskipun beliau wakil presiden, tetapi keberangkatannya ini incognito (menyembunyikan jati diri, red), dan menumpang pesawat terbang umum," kata Wangsa dalam buku "Mengenang Bung Hatta" (penerbit CV Haji Masagung, 1988). 

Bung Hatta dikenal sebagai pemikir, yang tulisan-tulisannya tersebar sejak masih kuliah di negeri Belanda. Tidak heran bila karya-karyanya dibukukan dan menghasilkan uang.  

Berbagai karyanya mengenai filsafat, ekonomi, dan politik banyak dibaca sampai sekarang. Salah satunya adalah pikirannya tentang ekonomi dan politik, yang kala itu sudah menjadi bahan perdebatan apalagi dengan membawa-bawa nama "rakyat".

Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU