TAP MPRS 33/1967 Resmi Dicabut, Soekarno Tak Terbukti Dukung PKI
Politik | 9 September 2024, 13:06 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyebut, Presiden ke-1 RI Soekarno tak pernah mengkhianati Indonesia.
Hal ini dikatakan pria yang karib disapa Bamsoet itu dalam sambutanya di acara penyerahan surat pimpinan MPR RI tentang tidak lanjut tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 kepada keluarga Soekarno di gedung Nusantara V, gedung MPR/DPR/DPD, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2024).
Surat itu diterima langsung oleh sejumlah anak Soekarno, antara lain Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
Baca Juga: Megawati, Ganjar, hingga Mahfud MD Temui Pimpinan MPR, Apa yang Dibahas?
Bamsoet mengatakan pihaknya telah menerima Surat Menteri Hukum dan HAM perihal tidak lanjut tidak berlakunya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.
Selanjutnya, MPR setelah melakukan rapat dan pimpinan memutuskan untuk mengabulkan hal tersebut.
"TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 telah dinyatakan sebagai kelompok Ketetapan MPRS yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan," kata Bamsoet dalam sambutannya.
Bamsoet menjelaskan, dengan dicabutnya TAP MPRS tersebut, tidak terbukti atau gugur dengan sendirinya tuduhan Presiden Soekarno telah memberikan kebijakan yang mendukung pemberontakan dan pengkhianatan G-30-S/PKI pada 1965 yang lampau.
Terlebih, kata dia, tuduhan tersebut tidak diproses dan dibuktikan secara hukum hingga Sang Proklamator itu wafat 21 Juni 1970 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta.
Menurut Bamsoet, tuduhan terhadap Bung Karno telah bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasar atas hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945.
Dalam prinsip hukum berlaku 'Omnis Idemnatus pro innoxio legibus habetur' atau setiap orang yang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum dinyatakan sebaliknya oleh hukum.
"Sebuah maxim yang bermakna bahwa seseorang yang dituduh melakukan kejahatan/tindak pidana adalah tidak bersalah sampai kemudian dapat dibuktikan sebaliknya dalam suatu pengadilan yang fair/adil atau dengan kata lain bahwa seseorang tidak dapat dihukum tanpa proses hukum yang adil dan fair," kata Bamsoet.
Selain itu, kata dia, pada 2012 Presiden ke-7 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Keputusan Presiden Nomor 83/TK/Tahun 2012 telah menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Almarhum Dr. (H.C.) Ir. Soekarno.
Pertimbangan pemberian gelar pahlawan nasional tersebut antara lain adalah Bung Karno merupakan putra terbaik yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Pasal 25 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan menyebutkan salah satu syarat pemberian gelar Pahlawan Nasional yaitu setia dan tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara.
Baca Juga: MPR RI dan LDII Gelar Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan
"Artinya seseorang yang semasa hidupnya pernah melakukan penghianatan kepada bangsa dan negara tidak akan pernah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional."
"Dengan demikian, ditetapkannya keputusan penganugerahan gelar pahlawan nasional oleh negara kepada Bung Karno secara administrasi dan yuridis Bung Karno memenuhi syarat tidak pernah mengkhianati bangsa dan negara," kata Bamsoet.
Penulis : Fadel Prayoga Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV