Mahfud MD Sebut Putusan MK Berlaku sejak Palu Diketuk, KPU Harus Segera Laksanakan
Hukum | 20 Agustus 2024, 21:50 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), termasuk yang mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah di pilkada, yang dikeluarkan pada Selasa (20/8/2024), berlaku sejak hakim mahkamah mengetuk palu.
Hal itu disampaikan mantan Menteri Koordinator Poltik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD di MMD Initiative, Jakarta Pusat, Selasa.
Dia menilai putusan MK yang mengubah syarat persentase suara untuk mengusung calon kepala daerah, merupakan putusan yang bagus.
“Saya kira ini keputusan yang bagus, dan KPU harus segera melaksanakan ini,” jelasnya, dikutip dari laporan jurnalis Kompas TV, Iksan Apriansyah.
Banyak kalangan menilai putusan MK itu dapat mencegah terjadinya pasangan calon tunggal melawan kotak kosong dalam pilkada.
Mahfud menyebut kotak kosong pada pilkada terjadi di lebih dari 36 pilkada.
“Ini terjadi di lebih dari 36 pilkada yang juga akan menghadapi masalah yang sama dengan Jakarta, akan dihadapkan dengan kotak kosong atau dengan calon boneka,” tambahnya.
Dengan adanya putusan MK tersebut, menurutnya, proses pilkada akan menjadi lebih adil dan baik.
Baca Juga: PDIP Desak KPU Proaktif Tindaklanjuti Putusan MK mengenai Ambang Batas Pencalonan di Pilkada
“Masyarakat di daerah supaya tenang, masih ada waktu 9 hari lagi untuk menyiapkan segala sesuatunya.”
“Supaya diingat bahwa putusan Mahkamah Konstitusi itu berlaku sejak palu diketuk, tadi jam berapa itu, jam 9.51, ya sejak itu juga harus dilakukan,” tegas mantan Ketua MK itu.
Saat ditanya apakah putusan MK tersebut akan meminimalkan peluang adanya kotak kosong di pilkada, Mahfud membenarkan.
“Iya, peluang untuk meminimalisir ketidakadilan, dan permainan curang,” jelasnya.
“Sekarang saya kira KPU sudah tahu, semuanya sudah dengar, dan menurut saya tidak boleh ada alasan ‘Saya belum mendapat putusan MK’,” tambahnya.
Ia pun menilai putusan MK itu bagus dan lebih demokratis.
“Dulu tahun 2018, saya sudah bicara itu di DPR ketika dengar pendapat ya masalah threshold-threshold (ambang batas, red) yang tidak adil itu supaya disesuaikanlah dengan prisip keadilan.”
Baca Juga: Ini Langkah-Langkah yang Akan Diambil KPU usai MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah
“Pertama itu saya berbicara threshold untuk pemilihan presiden, lalu yang kedua bicara untuk pilkada. Kalau memang calon perseorangan itu boleh enam persen misalnya, atau boleh 10 persen, maka partai politik dan gabungannya juga boleh dong 10 persen, karena dia lebih riil,” bebernya.
Sebab, menurut Mahfud, dukungan untuk kandidat jalur perorangan terkadang tidak jelas juga.
“Dia (pemilih) sudah milih parpol masih menyerahkan KTP-nya ke orang. Kan jadi rancu.”
“Oleh sebab itu, menurut saya parpol itu disejajarkan dengan calon perorangan persyaratannya. Dan ini yang dulu sudah pernah saya katakan, karena itu tidak akan pernah menciptakan keadilan,” tegasnya.
Diketahui, MK memutuskan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Baca Juga: [FULL] MK Turunkan Ambang Batas Pilkada, Cegah Lawan Kotak Kosong?
Keputusan terkini MK adalah ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.
Untuk Pilkada Jakarta, parpol atau gabungan parpol bisa mengusung kandidat pasangan calon jika memenuhi 7,5 persen suara pada pileg sebelumnya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV