Jokowi Sebut Istana di Jakarta dan Bogor Bau Kolonialisme, Warga Sepaku: Izin HGU IKN Lebih Kolonial
Peristiwa | 14 Agustus 2024, 11:16 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Presiden Joko Widodo atau Jokowi menceritakan sejarah Istana Presiden Indonesia yang merupakan bekas gedung kolonial Belanda. Hal ini disampaikannya saat memberikan arahan kepada kepala daerah se-Indonesia di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024).
"Jadi kalau istana kita yang ada di Jakarta, yang ada di Bogor itu adalah istana bekas kolonial yang dulunya dihuni," kata Jokowi.
Jokowi menjelaskan bahwa Istana Negara itu dihuni oleh Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten. Kemudian Istana Merdeka dihuni oleh Gubernur Jenderal Johan Wilhelm van Lansberge.
"Kemudian yang di Bogor ternyata juga ada Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van lmhoff," ungkap dia.
Baca Juga: Cerita Jokowi soal Istana Jakarta dan Bogor Bekas Belanda: Bau-Bau Kolonial Saya Rasakan setiap Hari
Ia menuturkan, sudah 79 tahun seluruh presiden Indonesia menempati istana kepresidenan bekas gubernur jenderal Belanda.
"Saya hanya ingin menyampaikan bahwa itu sekali lagi, bekas Gubernur Jenderal Belanda, dan sudah kita tempati 79 tahun," ungkapnya.
Jokowi pun menyampaikan dirinya merasakan bau-bau kolonialisme selama berada di Istana Presiden, baik yang di Jakarta maupun Bogor.
"Jadi bau-baunya kolonial selalu saya rasakan setiap hari, dibayang-bayangi," ujar Jokowi yang videonya beredar.
Namun sayang, Izin Hak Guna Usaha (HGU) di Ibu Kota Nusantara (IKN) dinilai jauh lebih kolonial. Hal itu disampaikan Pandi (51) warga Kelurahan Sepaku, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024) saat menonton video pidato Jokowi itu.
”Tapi izin HGU (hak guna usaha) di IKN lebih-lebih dari (pemerintah) kolonial,” kata Pandi yang tinggal hanya 15 kilometer dari tempat Jokowi berpidato dikutip dari Kompas.id, Rabu (14/8/2024).
Pernyataan Pandi itu merujuk Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN. Peraturan yang terbit 11 Juli 2024 itu mengatur pemberian berbagai insentif dan kemudahan fasilitas perizinan pelaku usaha.
Baca Juga: Prabowo Tegaskan Anggaran Pembangunan IKN di Masa Pemerintahannya Cukup Besar
Dalam Pasal 9, tertera Otorita IKN memberi jaminan kepastian jangka waktu HGU untuk pengusaha yang bisa diperpanjang sampai 190 tahun. Satu siklus HGU paling lama 95 tahun dan bisa diperpanjang pada siklus kedua.
Perpres itu justru menjadi bayang-bayang ketakutan baru bagi warga seperti Pandi dan warga lain di sana. Sebab, lahan di Kelurahan Sepaku punya sejarah tumpang tindih klaim kepemilikan panjang. Warga trauma.
Pandi hanya punya dokumen segel untuk lahan rumahnya pada 2019. Adapun beberapa warga lain hanya punya surat keterangan kepemilikan bangunan dan tanaman di atas tanah negara/adat Sepaku. Surat keterangan kepemilikan bangunan dan tanaman di atas tanah negara atau adat miliknya bertahun 2001
Sebelum mendapat surat itu, ia mengaku, keluarganya menggarap lahan dan menguasainya turun-temurun sejak 1960-an. Kepemilikan lahan yang mereka anut saat itu ialah warisan garapan turun-temurun.
Batasnya hanya berupa pohon buah. Bila habis ditebang, hilang pula batas berharga itu.
”Kami bayar Pajak Bumi dan Bangunan. Kami pernah ingin urus jadi sertifikat, tapi sampai sekarang tidak bisa,” ujar Asrirapi warga Sepaku.
Peningkatan surat lahan jadi sertifikat, kata Asrirapi, tak pernah bisa dilakukan karena lahan rumah dan kebunnya masuk area hutan tanaman industri (HTI). Pemerintah memberi izin perusahaan itu sejak 1970-an.
Kini, area HTI itu digunakan pemerintah untuk membangun kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) IKN. Lokasi itu jadi tempat Jokowi mengadakan rapat kabinet pertama di ibu kota baru.
”Kalau bukan warga seperti kami, mana bisa IKN dibangun di sini. Warga kok yang babat alas, bikin jalan, dan hidup duluan di sini,” ungkap dia
Dikutip dari situs Gramedia, kata kolonial berasal dari "colonus" yang artinya menguasai. Tujuan dari kolonialisme suatu negara ialah untuk mencapai kekuatan dominan di berbagai bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/kompas.id