122 Tahun Bung Hatta: Teladan Sepanjang Masa, Tenang tapi Menghanyutkan
Humaniora | 12 Agustus 2024, 05:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Hari ini, 12 Agustus merupakan hari kelahiran Mohammad Hatta. Sang proklamator lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Saat lahir, dia bernama Mohammad Athar. Hatta adalah pasangan Bung Karno di era sebelum, awal, hingga setelah kemerdekaan Indonesia.
Keduanya memiliki karakter berbeda, namun sama-sama memberi sumbangan besar kepada bangsa Indonesia.
Bung Karno terkenal sebagai orator ulung. Tapi Hatta pemikir yang pintar dan tenang.
"Soekarno itu orator ulung. Hatta itu sosok yang dingin, tenang, tetapi menghanyutkan,” kata almarhum Buya Syafii Maarif (mantan Ketua PP Muhammadiyah) dalam perayaaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia pada 16 Agustus 2021 silam.
Makna "tenang dan menghanyutkan" berarti sosok yang tenang dalam bertindak dan berpikir, namun punya daya pikat yang kuat. Hal itu terlihat sejak Hatta masih muda.
Pada usia 13 tahun, misalnya, dia dinyatakan lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta). Namun ibunya menginginkan Hatta tetap di Padang, mengingat usianya yang masih muda.
Baca Juga: Keteladanan Bung Hatta Tak Mau Gunakan Fasilitas Negara untuk Kepentingan Keluarga
Saat berada di Belanda, dia mengenal sejumlah tokoh pergerakan dan wawasan kebangsaan yang mengasah nasionalismenya.
Lewat sejumlah organisasi pergerakan yang diikutinya, Hatta mulai mengkritik pemerintah kolonial Belanda.
Setelah studinya selesai dan ia pulang ke tanah air, rasa nasionalismenya makin menjadi. Sehingga gerak-geriknya mulai diawasi polisi rahasia.
"Tanggal 20 Juli 1932 aku meninggalkan Rotterdam, pulang ke Indonesia dengan melewati Paris dan Genoa. Dari Genoa aku menumpang kapal Jerman 'Saarbrucken' ke Singapura. Di Singapura aku tinggal dua hari di sana. Di situlah aku merasai kembali suasana kolonial. Kemana aku pergi selalu diikuti oleh polisi rahasia," katanya dalam buku otobiografinya, "Untuk Negeriku, Berjuang dan Dibuang" (Penerbit KOMPAS, 2011).
Hatta pertama kali mengenal Bung Karno di Bandung.
"Kami pergi ke Astana Anyar, ke rumah Soekarno. Oleh karena ia tidak di rumah, kami tinggalkan pesan kepada seorang anak muda yang kebetulan ada di situ dengan memberikan alamat kami menginap," tutur Hatta.
Baru pada malam harinya sekitar pukul 21.00, Soekarno mendatangi tempat Hatta menginap.
"Dia datang dengan seorang teman, kalau aku tak salah Maskoen. Maka mengobrollah kami berempat di sana sambil minum kopi dan teh," katanya.
Pertemuan itu berlangsung biasa saja layaknya pertemuan anak muda.
Baca Juga: Jelang Proklamasi Kemerdekaan: Bom Atom Dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki, Bung Hatta Terperanjat
Namun di sanalah Soekarno menceritakan pengalamannya di penjara Sukamiskin. Saat mengobrol dengan Soekarno, Hatta menuturkan keinginannya untuk mendirikan Partai Pendidikan Nasional Indonesia.
Partai yang akan didirikan itu, kata Hatta, harus tahan uji namun tidak memberikan agitasi.
"Tapi utamakan memberikan penerangan dengan menganalisi keadaan yang nyata," kata Hatta.
"Organisasi kita, kaum Daulat Rakyat, bernama Pendidikan Nasional Indonesia", katanya.
Mengapa diberi nama pendidikan?
"Pendidikan! Bukan atau belum lagi partai. Bukan karena khilaf atau curiga diambil nama 'pendidikan', melainkan dengan sengaja," Hatta menjelaskan.
Sikap tenang dalam berpikir terlihat dalam setiap tindakan Hatta. Setelah Indonesia merdeka hingga akhir hayatnya, Hatta memang dikenal sebagai sosok yang bersahaja namun kaya dengan pemikiran.
Dia meninggal pada 14 Maret 1980 di Jakarta.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV