Cerita di Zaman Revolusi: H. M Rasjidi Baru Tahu Jadi Menteri Agama dari Koran
Humaniora | 4 Agustus 2024, 06:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Di usia Republik yang belum genap sebulan, pemerintah kala itu sudah bertekad menyusun kabinet untuk menggerakkan roda pemerintahan. Namun situasi yang serba darurat membuat pengumuman para menteri tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan, orang-orang yang ditunjuk jadi menteri pun baru tahu setelah membaca koran.
Salah satunya adalah H. M Rasjidi. Dialah menteri agama pertama dan dengan masa jabatan tersingkat dalam kabinet presidensil I (2 September 1945 - 14 November 1945). Haji Mohammad Rasjidi, nama lengkapnya, lahir di Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 dan meninggal 30 Januari 2001.
Baca Juga: Menteri Agama Klaim Tak Ada Penyalahgunaan Kuota Haji Tambahan: Kami Jalankan Amanah Sebaik-baiknya
Dia menjadi menteri agama dalam suasana morat-marit karena republik baru saja berdiri. Tak ada komunikasi antara dirinya dan Presiden Soekarno kala itu soal urusan menteri. Penunjukannya sebagai menteri pun dia ketahui dari koran Merdeka yang kala itu memuat daftar menteri yang baru ditunjuk.
Uniknya lagi, Rasjidi yang ketika lahir bernama Saridi, tidak berlatar belakang pendidikan agama atau dunia pesantren. Dia justru lahir dan dibesarkan dalam keluarga kejawen.
"Aku seorang warga negara Indonesia, dari suku Jawa. Keluargaku adalah keluarga yang biasa disebut 'keluarga abangan', artinya yang beragama Islam tapi tidak melakukan ibadat sehari-hari," kata Rasjidi, sebagaimana dikutip dari buku Menteri-Menteri Agama RI, Biografi Sosial-Politik, yang diterbitkan oleh Litbang Kementerian Agama bekerja sama dengan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)-IAIN Jakarta, tahun 1998.
Meski besar dalam keluarga abangan, Rasjidi justru memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang agama Islam.
Dia membaca dan menghafal Al-Qur'an, Alfiyah Imam Malik sampai Matan Rahbiyah yang biasa dipelajari para santri di pondok pesantren.
Lebih dari itu, dia pernah bersekolah di sekolah Belanda dan menguasai bahasa Inggris, Arab, dan Prancis dengan baik.
Baca Juga: Menteri Agama Klaim Tak Ada Penyalahgunaan Kuota Haji Tambahan: Kami Jalankan Amanah Sebaik-baiknya
Di usia dewasa, dia belajar ke Al-Azhar di Kairo, Mesir dan melanjutkan studi di Universitas Sorbonne Prancis dengan disertasi berjudul L'evolution de l'Islam en Indonesie ou Consideration Critique du Livre Tjentini (Perkembangan Islam di Indonesia atas Dasar Kajian Kritis terhadap Kitab Centini).
Sebagai menteri agama di masa revolusi, tugas Rasjidi sangat berat. Dia harus menjelaskan posisi dan pentingnya kementerian ini dalam integrasi bangsa Indonesia.
Rasjidi harus menjawab kelompok Kristen dan Katolik yang khawatir kementerian ini lebih dominan kepada kelompok Islam. Di awal revolusi, hal ini sangat sensitif.
Dia selalu berpegang pada konstitusi Pasal 28 UUD 1945, dan senantiasa menyebutkan bahwa negara melalui Kementerian Agama tidak akan turut campur dalam urusan keyakinan agama.
Pada saat yang bersamaan, dia harus melakukan konsolidasi di internal kementerian. Termasuk mengatur tugas dan wewenang para pegawainya.
Maklum, sebagai kementerian baru, belum jelas benar batas ruang gerak, tanggung jawab dan wewenangnya.
Maka Rasjidi pun mengambil alih beberapa tugas yang sebelumnya ada di kementerian lain seperti masalah perkawinan, kemasjidan, dan urusan haji yang sebelumnya ada di Kementerian Dalam Negeri.
Meski memiliki masa jabatan singkat, namun Rasjidi berhasil meletakkan dasar-dasar organisasi di Kemenag sekaligus menjadi corong persatuan umat. Rupanya, kondisi negara yang serba morat-marit tidak menyurutkan jiwa berkorban Rasjidi untuk membawa Indonesia ke era yang lebih gemilang.
Setelah tak lagi menjabat sebagai menteri, Rasjidi dikenal sebagai pemikir dan penulis buku-buku agama.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV