Kisah Profesor Sesungguhnya: Ada yang Tak Mau Dipanggil Prof, Ada yang 30 Tahun Mengajar
Humaniora | 22 Juli 2024, 10:12 WIBWidjojo Nitisastro adalah guru besar di UI yang juga dikenal arsitek perekonomian Orde Baru. Sumarlin memperoleh gelar profesor memang dorongan dari sesama profesor yang mengabdi di kampus, bukan karena dorongan lain apalagi gengsi semata.
Sumarlin diangkat menjadi menteri sejak 1973 saat dia sudah menjadi dosen di UI. Meski sibuk di pemerintahan, tugas mengajarnya tidak pernah ditinggalkan. Hal itu dia teladani dari seniornya, Profesor Sumitro Djojohadikusumo yang tetap memenuhi jadwal mengajar.
"Bagi Sumarlin, mengajar dan riset adalah bagian penting dalam tradisi akademis untuk terus belajar dan mengakumulasi ilmu," demikian buku biografi yang ditulis oleh Bondan Winarno itu.
Bayangkan, meski sudah duduk di pemerintahan di awal Orde Baru, Sumarlin selain mengajar di UI juga mengajar di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, Sekolah Komando Angkatan Laut, Sekolah Staf Komando Angkatan Udara dan Seskogab ABRI. Dan juga mengajar di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Maka tidak heran, ketika sebagai dosen dia bisa diangkat menjadi menteri, hatinya bergetar. "Tiba-tiba ia merasa dirinya sebagai orang lugu berasal dari desa yang tiba-tiba mendapat kemuliaan besar."
Kepiawaian Sumarlin tidak hanya diakui oleh bangsa Indonesia, di tingkat internasional pun menempati sebuah tempat yang terhormat. Pengakuannya atas kiprahnya di Indonesia dan dunia, menjadi catatan saat dia juga dikukuhkan sebagai Guru Besar Emeritus 2006.
Sumarlin memang lahir di sebuah kampung di Blitar pada 7 Desember 1932 dan meninggal pada 6 Februari 2020. Sumarlin adalah profesor, guru besar ekonomi sekaligus menteri dalam bidang ekonomi selama 30 tahun.
Sumarlin dan Fathul Wahid adalah dua contoh profesor yang sesungguhnya.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV