Jaksa KPK sebut Bantahan SYL Bertentangan dengan Alat Bukti di Persidangan
Hukum | 28 Juni 2024, 21:41 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Jaksa Penuntut Umum KPK menyebut bantahan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang mengaku tidak pernah memerintahkan anak buahnya di Kementerian Pertanian (Kementan) patungan atau sharing, bertentangan dengan keterangan saksi di persidangan.
Hal tersebut disampaikan jaksa KPK Meyer Simanjuntak saat membacakan berkas tuntutan perkara dugaan pemerasan dan gratifkasi dengan terdakwa SYL, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (28/6/2024).
"Bahwa dalam persidangan Terdakwa melakukan pembelaan dan bantahan sebagai berikut. Satu, terdakwa tidak pernah memerintahkan atau meminta uang kepada para pejabat di Kementan RI melainkan inisiatif dari para pejabat Kementan yang memberikan dan menawarkan uang serta pembayaran kebutuhan terdakwa dan keluarganya," kata jaksa. Dikutip dari laporan jurnalis KompasTV.
"Tanggapan penuntut umum bahwa keterangan terdakwa bertentangan dengan keterangan alat bukti di persidangan."
Pasalnya, berdasarkan lima saksi di persidanganya, yakni Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan periode 2021–2023, Kasdi Subagyono; Sekjen Kementerian Kementan periode 2019-2021, Momon Rusmono; eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta.
Kemudian mantan ajudan SYL, bernama Panji Haryanto; dan Protokol Menteri Pertanian era SYL, Rini Octarini.
Baca Juga: Respons SYL Dituntut 12 Tahun Penjara: Bawa-Bawa Presiden dan Nilai Jaksa Tak Pertimbangkan Hal Ini
Di mana kelima saksi tersebut bersaksi mengetahui terkait perintah atau permintaan SYL kepada pejabat Kementan untuk patungan guna membiayai kebutuhan SYL.
"Keterangan Kasdi Subagyono, Momon Rusmono, Muhammad Hatta, Panji Hartanto, dan Rini Octarini pernah mendengar secara langsung Terdakwa memerintahkan dan meminta uang serta meminta dibayarkan keperluan pribadi Terdakwa dan keluarga Terdakwa, termasuk untuk beberapa kegiatan Partai NasDem," jelasnya.
Adapun dalam kasus tersebut SYL dituntut jaksa dengan hukuman penjara selama 12 tahun dan denda Rp 500 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV