> >

Mantan Kabais Saran Biar Polri Tidak Tersandera Kapolri Harus Bicara Soal Dugaan Operasi di Kejagung

Hukum | 6 Juni 2024, 23:45 WIB
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI Soleman Ponto di program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (1/8/2023). (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebuah drone ditembak jatuh ketika mengitari Kompleks Kejaksaan Agung (Kejagung) Rabu (5/6/2024) Sekitar pukul 18.44 WIB.

Dikutip dari Kompas.id, drone tersebut sempat berputar di atas Gedung Kartika yang merupakan kantor Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).

Kini drone berwarna abu-abu langsung diamankan petugas untuk dilakukan pemeriksaan. 

Kemunculan drone tersebut seolah menjadi rangkaian aksi dugaan teror ke Kejagung yang sedang menangani kasus-kasus besar. 

Seperti kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Kerugian negara atas kasus tersebut ditaksir mencapai Rp300 triliun. 

Baca Juga: Polri Klaim Tak Ada Masalah dalam Peristiwa Penguntitan Jampidsus oleh Densus 88

Belum lagi kasus peredaran emas ilegal yang melibatkan PT Antam dari tahun 2010-2012. Jumlah peredaran emas Antam ilegal diperkirakan mencapai 109 ton. Kejagung telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memeriksa kerugian negara akibat kasus tersebut. 

Sebelumnya Kejagung sempat didatangi oleh pasukan Brimob. Pasukan yang menggunakan motor dan kendaraan taktis itu berhenti dan membunyikan sirine di pintu belakang Kejagung, di Jalan Bulungan. 

Setelah itu Jampidsus Febrie Adriansyah dikuntit oleh anggota Densus 88 saat ingin makan malam di salah satu restoran di Cipete, Jakarta Selatan, Minggu (19/5/2024). 

Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Soleman Ponto menilai ada operasi intelijen di balik peristiwa yang terjadi di lingkungan Kejagung. 

Menurutnya operasi intelijen ini belum selesi, meski anggota Densus 88 sudah ditangkap oleh POM TNI saat mengawal Jampidsus.

Baca Juga: Buntut Teror di Kejagung, Komisi III DPR Minta Kapolri Tegas Lindungi Kejagung

"Di dalam operasi intelijen itu, kalau tertangkap seperti itu harus ada penanggungjawabnya siapa. Itu kan mobilnya mobil Polri, orangnya polri, minimal Kapolri menjelaskan ada perintah atau tidak. Kalau Kapolri tidak, Densus ada tidak. Kalau Densus juga tidak memerintah, ya orang ini harus dimintai keterangan siapa yang memerintah," ujar Soleman di program Kompas Petang KOMPAS TV, Kamis (6/6/2024).

Soleman menambahkan jika oknum tersebut mengaku dirinya lah yang bertangung jawab atas peristiwa penguntitan Jampidsus, maka perlu ada tindakan hukum yang dilakukan. 

Menurtnya kedua lembaga ini tidak dalam keadaan baik-baik saja. Sehingga harus ada pihak yang memberi penjelasaan apa maksud dari serangkaian peristiwa di Kejaksaan agung yang sudah muncul di publik. 

"Tapi kalau tidak ada yang dihukum, artinya ini masih berjalan terus. Faktanya yang tersandera ini Polri, makanya Polri harus menjelaskan," ujar Soleman. 

"Ini tidak baik-baik saja, karena faktanya ada penguntitan dan tertangkap loh, bukan katanya. Ada drone, mobilnya ada, orangnya ada. Semua itu ada bukan halusinasi. Sehingga harus ada pernyataan dari Kapolri atau Ka Densus apakah ada perintah," imbuhnya. 

Baca Juga: Minta Peran Intelijen di Pilkada 2024 Tajam Antisipasi Konflik, Menko Hadi: Jangan Harap Bantuan

Lebih lanjut Soleman menjelaskan dalam dunia intelijen agen atau anggota yang tertangkap sudah pasti akan dikorbankan. Hal itu merupakan konsekuensi dari tugas yang dijalankan. 

Pertanyaannya sekarang adalah siapa pihak yang memberikan tugas tersebut. Tentu anggota Densus yang tertangkap merupakan korban, tetapi pihak yang bertangung jawab perlu angkat bicara agar persoalan ini menjadi jelas. 

"Sekarang kan yang tersandera ini Kapolri dan seluruh institusi Polri," ujar Soleman. 

 


 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV, Kompas.id


TERBARU