Komnas KIPI: Tak Ada Kejadian Pembekuan Darah Akibat Vaksin AstraZeneca di RI
Peristiwa | 2 Mei 2024, 22:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan tidak ada efek samping setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca yang ditemukan di Indonesia.
Efek samping tersebut dapat berupa kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS). Hal ini berdasarkan surveilans aktif dan pasif yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Komnas KIPI.
TTS merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah yang rendah. Kasusnya sangat jarang terjadi di masyarakat, tapi bisa menyebabkan gejala yang serius.
“Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulai uji klini tahap 1, 2, 3 dan 4 termasuk vaksin Covid-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar. Dan pemantauan terhadap keamanan vaksin masih terus dilakukan setelah vaksin beredar” kata Hinky dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.tv, Kamis (2/5/2024).
Sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Komnas KIPI bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai ada keterkaitan dengan vaksin Covid-19 termasuk TTS.
Baca Juga: Epidemiolog Buka Suara soal Vaksin Covid-19 AstraZeneca Timbulkan TTS
Ia menyebut survei dilakukan di 14 rumah sakit di 7 provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun.
“Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan untuk juga supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca,” jelasnya.
“Jadi, kami melaporkan pada waktu itu tidak ada kasus TTS terkait vaksin Covid-19,” lanjutnya.
Indonesia merupakan negara dengan peringkat keempat terbesar di dunia yang melakukan vaksinasi Covid-19.
Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.
Setelah surveilans aktif selesai, Hinky mengatakan Komnas KIPI tetap melakukan surveilans pasif hingga hari ini. Berdasarkan laporan yang masuk, tidak ditemukan laporan kasus TTS.
Baca Juga: AstraZeneca Kini Akui Vaksin Covid-19 Punya Efek Samping, Ini Kata Kemenkes
Dia menegaskan, kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) bila ditemukan penyakit atau gejala, muncul antara 4 sampai 42 hari setelah vaksin disuntikkan.
Kalaupun saat ini ditemukan kasus TTS di Indonesia, ia mengatakan hal itu bukan karena vaksin Covid-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadiannya.
“Namanya trombosis, pembuluh darah membeku. Kalau terjadi di otak muncul gejala pusing, di saluran cerna mual, di kaki pegel," tutur Hinky.
"Kalau jumlah trombositnya menurun, ada perdarahan, biru biru di tempat suntikan, ya, itu terjadi, tapi 4-42 hari setelah vaksin. Kalau sekarang terjadi, ya, kemungkinan besar terjadi karena penyebab lain, bukan karena vaksin."
Ia mengatakan masyarakat masih bisa melaporkan KIPI kepada Komnas KIPI melalui puskesmas terdekat.
“Puskesmas sudah terlatih, akan dilakukan investigasi, anamnesis, dan rujukan ke RS untuk akhirnya dikaji Pokja KIPI dan dikeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti yang ada,” tandasnya.
Baca Juga: AstraZeneca Akhirnya Akui di Pengadilan, Vaksin Covid-19 Buatannya Sebabkan Efek Samping
Diberitakan Kompas.tv sebelumnya, AstraZeneca dalam dokumen pengadilan mengakui vaksin Covid-19 buatannya dapat menyebabkan efek samping langka.
Raksasa farmasi tersebut digugat dalam gugatan class action atas klaim bahwa vaksinnya yang dikembangkan bersama University of Oxford menyebabkan kematian dan cedera serius.
Diberitakan The Telegraph, Minggu (28/4/2024), para pengacara berpendapat, vaksin AstraZeneca (AZ) menimbulkan efek samping buruk pada sejumlah kecil keluarga.
Menanggapi hal itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan vaksin AstraZeneca telah disetujui untuk digunakan pada manusia.
"Waktu vaksin dikeluarkan sudah ada uji keselamatan pada manusia, sehingga disetujui untuk digunakan," ujarnya pada Selasa (30/4/2024).
Baca Juga: Waspada Penipuan Phising Mengatasnamakan SATUSEHAT Kemenkes RI
Nadia mengungkapkan, efek samping vaksin ini bisa saja terjadi pada orang yang rentan atau memiliki risiko kesehatan, seperti memiliki riwayat penyakit lain.
Namun, dia menegaskan, manfaat penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca jauh lebih besar daripada efek sampingnya.
Bersama jenis vaksin lainnya, vaksin AstraZeneca juga dinilai membantu menyelamatkan nyawa dan mengurangi risiko sakit yang lebih berat karena infeksi virus corona.
"Kasus yang efek samping sangat kecil dan jarang, sehingga tentunya aspek manfaat yang lebih besar itu yang diutamakan," sebutnya.
Adapun kasus pertama efek samping AstraZeneca diangkat pada 2023 oleh Jamie Scott, ayah dua anak, yang mengalami cedera otak permanen karena pembekuan darah dan pendarahan di otak usai menerima vaksin pada April 2021.
Baca Juga: Presiden Jokowi Blak-blakan Ungkap Penyebab Harga Jagung Anjlok
Saat itu, rumah sakit menelepon istrinya sebanyak tiga kali untuk memberi tahu bahwa suaminya akan meninggal. AstraZeneca menentang klaim tersebut.
Namun, dalam dokumen hukum yang diserahkan ke Pengadilan Tinggi di Inggris pada Februari lalu, perusahaan farmasi ini menyebut vaksinnya dapat menyebabkan Sindrom Trombosis dengan Trombositopenia (TTS).
"Diakui bahwa vaksin AZ, dalam kasus yang sangat jarang, dapat menyebabkan TTS. Mekanisme alasannya tidak diketahui," tulis AstraZeneca.
"Lebih jauh lagi, TTS juga bisa terjadi tanpa adanya vaksin AZ (atau vaksin apa pun). Penyebab dalam setiap kasus individu akan bergantung pada bukti ahli," ujarnya.
TTS adalah masalah kesehatan yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta jumlah trombosit darah rendah.
Total 51 kasus telah diajukan ke Pengadilan Tinggi, dengan korban dan keluarga yang menuntut ganti rugi hingga sekitar 100 juta poundsterling atau setara Rp2 triliun (kurs Rp20.392 per poundsterling).
Penulis : Dina Karina Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : KOMPAS TV