> >

Faktor Sejarah, Pengamat Nilai Sulit Satukan Partai Gelora dan PKS di Koalisi Indonesia Maju

Politik | 30 April 2024, 04:40 WIB
Para ketua umum partai dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), koalisi pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, di kediaman Prabowo, di Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (22/10/2023) malam. (Sumber: KOMPAS/PRIYOMBODO)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Keinginan Presiden Terpilih Prabowo Subianto menggandeng seluruh partai politik untuk mendukung pemerintah ke depan menjadi tantangan tersendiri. 

Hal ini lantaran tidak semua partai di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM) bisa diterima oleh anggota KIM.

Semisal PKS yang mulai menyiapkan diri untuk bergabung ke KIM. 

Analis Komunikasi Politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menjelaskan, resistensi partai di Koalisi Indonesia Maju (KIM) sangat wajar mengingat partai di luar KIM sebelumnya rival politik dari Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. 

Sebagai contoh Partai Gelora akan mengambil sikap jika PKS ingin bergabung ke KIM.

Resistensi Partai Gelora terhadap PKS tidak terlepas dari latar belakang sejarah kedua partai tersebut.

Diketahui pendiri dan pengurus Partai Gelora merupakan mantan kader PKS yang memisahkan diri. 

Di sisi lain dalam kalkulasi politik, Partai Gelora akan terkena imbas jika PKS masuk.

Sebab PKS punya daya tawar kekuatan di parlemen, sedangkan Partai Gelora tidak. 

Baca Juga: Ditolak Gelora Masuk Koalisi Prabowo-Gibran, PKS Balas Begini

"Ketika PKS masuk ke koalisi pendukung Prabowo-Gibran yang terancam adalah Partai Gelora, karena PKS punya kekuatan di parlemen sedangkan Partai Gelora kan tidak lolos parlemen," ujar Ujang di program Rumah Pemilu KOMPAS TV, Senin (29/4/2024). 

Ujang menambahkan, resistensi Partai Gelora terhadap PKS tidak terjadi saat PKB dan Partai NasDem ingin bergabung dengan KIM. 

Menurutnya, semua partai di KIM bisa menerima PKB dan NasDem untuk ikut mendukung Prabowo-Gibran dalam memimpin pemerintahan selanjutnya. 

"Ini artinya partai-partai di KIM punya independensinya sendiri, punya keyakinan, penerimaan ataupun daya tolak sendiri kepada partai yang baru datang dan ingin berkoalisi dengan Prabowo-Gibran," ujar Ujang. 

Lebih lanjut Ujang menilai, jika nantinya PKB, NasDem dan PKS masuk di koalisi pendukung pemerintah, maka Prabowo-Gibran harus bisa memastikan koalisi yang diisi banyak partai tetap solid. 

Baca Juga: Fahri Hamzah Soroti Isu Gabungnya PKS ke Koalisi Prabowo-Gibran, Serta Mempertanyakan Gagasannya

Jika Prabowo bisa memberikan porsi seimbang antar partai pendukung pemerintah, maka koalisi akan berjalan baik. 

Sebaliknya, jika partai merasa porsinya berkurang akibat masuknya anggota baru, tidak menutup kemungkinan gejolak di internal koalisi akan terjadi.

"Perhitungan asas proporsionalitas ini penting, baik yang sudah lebih dulu masuk di KIM atau partai baru. Kalau pembagiannya tidak adil pasti ada gejolak di dalam. Saya kira pembagian sudah ada tinggal komitmen Pak Prabowo saja, karena kalau dikurangi pasti ada riak-riak," ujar Ujang. 

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU