> >

Ahli KPU Pastikan Sirekap Bebas Peretasan, Tepis Tudingan Algoritma Kunci Suara Paslon

Hukum | 4 April 2024, 04:29 WIB
Ahli dari KPU, Prof. Marsudi Wahyu Kisworo menjelaskan permasalahan yang terjadi di Sirekap di sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Rabu (3/4/2024). (Sumber: YouTube Mahkamah Konstitusi)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) dinilai sebagai alat bantu kecurangan Pilpres 2024 menjadi terbantahkan setelah ahli yang dihadirkan KPU menjelaskan seluruh permasalahan di Sirekap. 

Di sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Rabu (3/4/2024), KPU menghadirkan guru besar di bidang ilmu komputer, Marsudi Wahyu Kisworo.

Marsudi merupakan profesor pertama di bidang teknologi informasi (IT) di Indonesia.

Dalam pemaparannya, Prof. Marsudi menjelaskan, Sirekap merupakan pengembangan aplikasi yang dilakukan oleh pengembang. 

Sebelum diserahkan, pengembang aplikasi Sirekap melakukan pengujian atau testing hingga software atau perangkat lunak tersebut bisa dijalankan dengan baik.

Setelah melalui proses pengujian, aplikasi Sirekap baru diberikan ke KPU dan kemudian di instal di perangkat telepon genggam.

Baca Juga: [FULL] Penjelasan Ahli dari KPU soal Sirekap di Sidang Sengketa Pilpres 2024

"Setelah dilakukan instal baru kemudian dilakukan audit apakah bekerja dengan baik atau tidak. Kalau ditemukan kejahatan atau penyimpangan di sana maka dilakukan audit forensik," ujar Marsudi di persidangan, Rabu (3/4/2024). 

Marsudi menjelaskan, dari hasil audit Sirekap tidak ditemukan adanya kejahatan atau penyimpangan yang mempengaruhi hasil suara KPU.  Ada tiga pandangan yang dijelaskan Marsudi dalam sidang.

Pertama, dirinya sudah membandingkan perhitungan suara asli di Sirekap KPU dengan perhitungan suara asli dari lembaga swadaya masyarakat pegiat pemilu seperti Jaga Pemilu, Kawal Pemilu dan Jaga Suara 2024. 

Hasilnya, tidak ada perbedaan suara yang signifikan dari Sirekap KPU dengan ketiga aplikasi serupa yang dibuat oleh tiga LSM pegiat pemilu. 

Menurut Marsudi, jika Sirekap Pemilu dibuat sistem mengunci suara calon tertentu atau pengembang membuat algoritma untuk mengunci perolehan suara pasangan calon tertentu, maka hasilnya akan berbeda jauh dengan perhitungan suara asli yang dilakukan tiga LSM pegiat pemilu. 

Baca Juga: Jawab Pertanyaan Hakim MK, Ahli Sebut Sirekap Tidak Digunakan untuk Keputusan KPU

Selain itu, pihak yang tidak memiliki akses ke kode sumber dari program Sirekap, pihak tersebut tidak bisa mengunci perolehan suara pasangan tertentu. 

Kedua, kesalahan perolehan suara Sirekap di 12 ribu TPS terdistribusi ke tiga pasangan capres dan cawapres. 

Hal ini diketahui setelah Marsudi melakukan investigasi. Diketahui kesalahan suara di 12 ribu TPS terjadi pada 22 Februari 2024. 

Ia kemudian membedah apakah kesalahan suara hanya terjadi pada satu pasangan calon.

Hasilnya, jika melihat angka perolehan suara, kesalahan di 12 ribu TPS terdistribusi kepada tiga pasagan capres dan cawapres. 

"Jadi ada yang naik dan turun. Dari temuan ada yang naik dan turun itu tidak bisa saya mengatakan di situ ada algoritma atau Json script (JavaScript Object Notation, format ringkas pertukaran data komputer) yang di desain untuk suara terkunci," ujar Marsudi. 

Baca Juga: Jawab Pertanyaan soal Sirekap Bermasalah, Ahli: Kita Ributin Pepesan Kosong

"Kenapa, karena distribusi eror ini terjadi di tiga pasangan calon. Pada pasangan 01 ada yang naik di TPS tertentu tapi ada juga yang turun. Pasangan 02 juga sama, 03 juga sama," sambung Marsudi. 

Ketiga, sumber masalah Sirekap adalah sistem teknologi yang belum sempurna 100 persen. 

Sirekap yang menggunakan teknologi Optical Character Recognition (OCR), teknologi mengkonversi gambar ke angka tidak mampu membaca tulisan tangan yang berbeda-beda. 

Kemudian OCR tidak mampu membaca tulisan jika kertas hasil perhitungan yang terlipat dan kualitas kamera yang memasukkan data hasil perihtungan di TPS juga membuat OCR tidak mampu membaca secara sempurna angka yang ada di C-1 plano hasil perhitungan di TPS. 

"Apakah tidak cukup bukti terjadi fraud (penipuan). Fraud itu salah satu syaratnya ada mens rea, ada niat. Sementara yang mengkonversi gambar ke angka itu software, sistem di aplikasi. Apakah aplikasi itu punya niat kan tidak," ujar Marsudi. 

Baca Juga: Hasto PDI-P: Ada Algoritma yang Kunci Suara Ganjar-Mahfud Mentok 17 Persen

"Jadi Sirekap itu hanya software saja tidak bisa digunakan untuk mengubah suara, yang bisa dilakukan (merubah suara) itu proses rekapitulasi berjenjang di tiap tingkat. Kalau mau kecurangan di sana, jual beli suara di sana. Karena tidak ada gunanya Sirekap di ubah-ubah, begitu rekapitulasi berjenjang dihapus lagi," ujar Marsudi. 

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU