Ahli dari KPU di Sidang MK: Audit Forensik Ada Tahapannya, Tidak Ujug-ujug
Hukum | 3 April 2024, 10:16 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Audit forensik terhadap suatu aplikasi hanya dapat dilakukan jika ditemukan adanya penyimpangan atau kejahatan pada aplikasi tersebut.
Penjelasan itu disampaikan oleh Marsudi Wahyu Kisworo selaku ahli yang diajukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai termohon dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Presiden di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/4/2024).
Dalam sidang tersebut, Marsudi menjelaskan proses dari pembuatan aplikasi hingga diinstal dan digunakan.
“Pertama, developer membuat aplikasi, kemudian dilakukan testing, diuji sampai software itu diyakinkan bagus atau berjalan dengan baik,” jelasnya.
Baca Juga: Jokowi Buka Suara soal Menteri Dipanggil MK di Sidang Sengketa Pilpres: Semua Akan Hadir
“Baru kemudian di-deploy atau diinstal. Nah, diinstal inilah terjadi masalah ketika HP nya berbeda-beda dan sebagainya, kemudian bisa timbul masalah di sini.
Setelah diinstal, lanjut dia, kemudian dilakukan audit, untuk melihat apakah bekerja dengan baik atau tidak.
“Kalau suatu saat ditemukan fraud, ditemukan adanya penympangan atau kejahatan di sana, maka baru dilakukan forensik audit.”
“Jadi forensik audit itu ada tahapannya, tidak ujug-ujug (tiba-tiba) dilakukan audit forensik, kalau kita yakin ada kehjahatan atau ada fraud di sana baru dilakukan forensik audit,” tegasnya.
Hal itu, kata dia sama dengan di bidang-bidang yang lain, kalau tidak ada kejahatan tidak mungkin ada audit forensik.
“Apakah di Sirekap ada kejahatan? Saya hanya akan menamilkan data saja, saya tidak akan banyak cerita,” tuturnya.
“Saya bandingkan hasil KPU dengan yang pertama dengan lembaga hitung cepat. Kalau kita lihat di sana, 12 lembaga hitung cepat ini hasilnya tidak berbeda jauh dengan hasil Sirekap maupun hasil KPU 360.”
Menurutnya, rata-rata error dari penghitungan hasil hitung cepat dan manual hanya 0,07 persen, atau di bawah 0,1 persen.
Meski demikian, ada pihak yang tidak percaya pada hasil hitung cepat karena hanya menggunakan sampel sekitar 2 ribu TPS.
Baca Juga: Kubu Ganjar-Mahfud Usul Kapolri Dihadirkan, Ketua MK: Dibutuhkan atau Tidak Pertimbangan Mahkamah
Oleh sebab itu, ia kemudian membandingkan hasil penghitungan riil KPU dengan hasil penghitungan riil yang dilakukan oleh sejumlah lembaga masyarakat.
“Masyarakat sipil yang dipelopori oleh para tokoh-tokoh, membuat berbagai amcam penghitungan real, paralel dengan Sirekap.”
“Saya ambil 3 saja ang besar. Pertama adalah Kawal Pemilu 2024. Kedua adalah Jaga Suara 2024. Ketiga adalah Jaga Pemilu 2024” tambahnya.
Menurut dia, perbedaan antara kawal pemilu, jaga suara dan jaga pemilu, dengan KPU juga idak terlalu jauh.
“Artinya apa? Kalau tadi hitung cepat tidak dipercaya karena sampel hanya 2 ribu TPS, tapi ini adalah real count, artinya penghitungan nyata yang menunjukkan bahwa hasil dari KPU tidak berbeda jauh.”
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV