PDI-P soal Hasil Pemilu 2024: Tak Ada Jokowi Effect, yang Ada Bansos Effect hingga Intimidasi Effect
Rumah pemilu | 26 Maret 2024, 11:25 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengaku tidak sepakat dengan anggapan efek Joko Widodo (Jokowi) atau Jokowi Effect yang berdampak terhadap hasil Pemilihan Umum 2024.
Menurut Hasto, bukanlah Jokowi Effect yang berdampak pada hasil Pemilu 2024, melainkan karena bantuan sosial atau bansos yang gencar diberikan pemerintah menjelang hari pencoblosan.
Hasto menilai, pemberian bansos tersebut mempunyai efek pada preferensi masyarakat terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu.
Baca Juga: Soal Pertemuan Prabowo dengan Megawati: PDI-P Masih Tutup Pintu, Tunggu Hasil Sengketa Pilpres di MK
"Jadi, yang ada bukan Jokowi effect, tetapi adalah bansos effect, penggunaan aparatur negara effect, intimidasi effect, itu yang terjadi," kata Hasto di Jakarta pada Senin (25/3/2024).
Hasto pun menepis anggapan bahwa kemenangan PDI-P dalam Pileg 2024 karena adanya efek Jokowi. Menurut dia, kemenangan PDI-P dalam Pileg 2024 karena kekuatan kolektif seluruh kader yang menyatu dengan rakyat.
"Meskipun terjadi pergeseran pemilu mengarah kepada aspek-aspek elektoral, personifikasi itu menjadi dominan dan praktik-praktik politik yang liberal menghalalkan segala cara,” ucap Hasto dikutip dari Wartakota.
“Serta mengedepankan kekuasaan yang di belakangnya itu ada kekuatan hukum dan ada kekuatan sumber daya negara, tetapi setidaknya dari proses kelembagaan partai yang dilakukan menunjukkan PDI Perjuangan mampu bertahan sebagai pemenang Pemilu tiga kali berturut-turut.”
Ia pun menyebut efek bansos dan pengerahan kekuasaan itu bahkan tidak bisa meloloskan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke parlemen.
Baca Juga: Hasto PDIP Sebut Kegagalan PPP di Pemilu 2024 akibat Operasi Politik Pemerintahan Jokowi
Hasto menambahkan bahwa operasi yang dilakukan penguasa telah mengabaikan supremasi hukum. Karena itu, kata dia, PDI-P akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan pemilu ke depan, sehingga tetap mengedepankan demokrasi di atas segalanya.
"Karena tidak ada demokrasi tanpa supremasi hukum, dan di dalam supremasi hukum, keteladanan seorang pemimpin itu diperlukan,” ucap Hasto.
“Bagaimana seorang pemimpin nasional itu melakukan berbagai operasi-operasi politik karena ada conflict of interest.”
Seperti diketahui, Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi nasional suara pemilihan legislatif atau Pileg 2024 pada Rabu (20/3) lalu.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, syarat partai politik (Parpol) lolos parlemen adalah memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen suara nasional.
Baca Juga: Politikus PDIP: Hubungan Prabowo dan Megawati Baik, Kita Tunggu Bagaimana DPP Menyikapi Ini
Berdasarkan hasil rekapitulasi nasional suara Pileg 2024, terdapat delapan parpol yang meraih suara lebih dari 4 persen atau lolos ke DPR.
Delapan parpol tersebut yakni PDI Perjuangan (PDI-P), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Dari perolehan suara yang dibacakan Ketua KPU RI, Hasyim Asya'ri, PDIP meraih suara terbanyak yakni meraup 25.387.279 suara nasional atau setara 16,7 persen dari total 151.796.631 suara sah.
Dengan perolehan suara tersebut partai berlambang banteng moncong putih ini telah memenangkan pileg tiga kali berturut-turut. Seperti diketahui, sebelumnya PDIP juga menang pada Pileg pada Pemilu 2014 dan 2019.
Baca Juga: Tak Malu Akui Koalisi Indonesia Maju Penerus Jokowi, Prabowo: Simbol dari Keinginan Rakyat
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/Wartakota