> >

Ramai Akademisi Kritik Kondisi Demokrasi Era Jokowi, Rektor UII: Ini Tidak Sebatas Politik Elektoral

Politik | 15 Maret 2024, 21:10 WIB
Rektor UII Prof. Fathul Wahid saat membacakan pernyataan sikap Indonesia Darurat Kenegarawanan, Kamis (1/2/2024). (Sumber: Tangkapan layar video YouTube Universitas Islam Indonesia)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Guru-guru besar dari berbagai universitas menyampaikan kritik terkait kondisi demokrasi di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Misalnya para guru besar dari universitas se-Jabodetabek yang menyampaikan Seruan Salemba 2024 yang menyuarakan keprihatinan terhadap kondisi demokrasi dan hukum saat ini.

Kritik juga datang dari para akademisi Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, yang menolak hasil Pemilu 2024 karena dinilai ada kecurangan.

Baca Juga: Akademisi dari Universitas di Jabodetabek hingga DIY Kritik Kondisi Demokrasi Indonesia!

Rektor UII Fathul Wahid mengatakan kritik yang bermunculan tersebut tidak terbatas pada situasi politik elektoral Indonesia. Pasalnya, pihaknya melihat beberapa hal yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.

“Ini lebih dari sekadar pemilu atau pilpres. Ini soal politik kebangsaan. Kami melihat banyak hal yang perlu kami suarakan setelah melihat perjalanan praktek berbangsa dan bernegara,” kata Fathul dalam Kompas Petang Kompas TV, Jumat (15/3/2024).

“Banyak hal yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Ini tidak sebatas politik elektoral, pemilu atau pilpres,” sambungnya.

Fathul bilang, kondisi tersebut cukup memprihatinkan sehingga harus segera ditangani. Sebab, rasa kepercayaan publik terhadap pemerintahan bisa menurun.

Selain itu, praktik niretika yang mengabaikan norma berbangsa dan bernegara juga akan terus terjadi jika kondisi demokrasi saat ini tidak segera diatasi.

“Karena ada semacam, mengakui bahwa ini sesuai yang normal, bukan masalah. Ini perlu kita lantangkan untuk mengingatkan banyak pihak,” terang Fathul.

Baca Juga: Aksi Kampus Menggugat, Akademisi UGM Cetuskan Pengadilan Rakyat

“Karena yang terjadi banyak sekali praktek-praktek yang tidak seharusnya dilakukan oleh elite politik, bahkan oleh presiden,” sambungnya.

Ia menilai pemerintah mengabaikan etika dalam berbangsa dan bernegara. Misalnya, pengesahan undang-undang yang tidak mengikuti jalur yang semestinya, penyalahgunaan kekuasaan, intervensi peradilan, dan menggunakan instrumen negara untuk kepentingan politik elektoral.

Fathul berharap lembaga-lembaga pengawas dan kontrol bekerja dengan baik sehingga perubahan-perubahan yang diharapkan berjalan secara konstitusional.

 

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU