Setuju Pernyataan Prabowo bahwa Demokrasi Mahal, Wakil Ketua DPD Ingin Presiden Kembali Dipilih MPR
Politik | 7 Maret 2024, 22:18 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan Bachtiar Najamudin mengaku sepakat dengan pernyataan Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto bahwa "demokrasi mahal". Sultan pun menilai Indonesia tidak perlu ragu kembali ke sistem pemilu terdahulu, yakni presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Senator asal Bengkulu itu menyebut Indonesia "tidak perlu ragu" ke sistem demokrasi yang menetapkan rakyat tidak memilih langsung presiden. Menurutnya, demokrasi langsung saat ini jauh dari karakter Pancasila.
"Sebagai bangsa, Indonesia harus percaya diri dan mempertahankan nilai-nilai dalam praktik kenegaraan yang digariskan oleh Pancasila dan UUD 1945," kata Sultan dalam keterangan resminya sebagaimana dikutip akun Facebook DPD RI, Rabu (6/3/2024).
"Harus kita akui bahwa proses demokrasi yang liberal seperti sekarang ini sangat jauh dari karakter demokrasi Pancasila," imbuh Sultan.
Baca Juga: Tanggapi Pernyataan Prabowo soal Demokrasi Mahal dan Melelahkan, Peneliti BRIN: Ngeri-ngeri Sedap
Presiden Indonesia sendiri dipilih oleh MPR sejak 1967 hingga 2001. Soeharto menjadi presiden pertama yang dipilih melalui MPR, waktu itu MPRS, pada Maret 1967.
Soeharto lalu berkuasa hingga Mei 1998, atau 31 tahun kemudian. Soeharto kemudian lengser dan menyerahkan jabatannya ke BJ Habibie.
Pada Oktober 1999, MPR memilih Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai presiden. Gus Dur dilengserkan melalui sidang istimewa MPR pada 2001 dan digantikan Megawati Soekarnoputri.
Rakyat Indonesia mulai berhak memilih langsung presiden dan wakil presiden sejak Pemilu 2004. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat.
Prabowo sendiri menyatakan bahwa demokrasi mahal ketika menjadi pembicara kunci dalam acara Mandiri Investment Forum di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa (5/3). Eks Danjen Kopassus itu menilai masih banyak hal yang bisa dibenahi dari demokrasi Indonesia.
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV