> >

Ramai-Ramai Eks Pimpinan KPK Kritik Jokowi: Kehidupan Berbangsa Telah Kehilangan Moral dan Etik

Peristiwa | 6 Februari 2024, 08:57 WIB
Sejumlah mantan pimpinan KPK mengingatkan Presiden Jokowi agar kembali memegang standar moral dan etika, Senin (5/2/2024). (Sumber: KOMPAS.com/Syakirun Niam)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Sejumlah mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dari periode 2003 sampai 2019 buka suara terkait situasi politik yang terjadi belakangan ini.

Mereka mengingatkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar kembali memegang standar moral dan etika.

Mantan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Basaria Pandjaitan, mengatakan dalam beberapa waktu terakhir, kehidupan berbangsa dan bernegara telah kehilangan kompas moral dan etik.

Baca Juga: Jokowi Minta Laporan soal Butet Dicabut, Mahfud: Harusnya Jangan Hanya Butet, Kan Banyak yang Lain

“Kami pimpinan KPK periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2019, mengimbau agar Presiden dan seluruh Penyelenggara Negara untuk kembali berpegang teguh pada standar moral dan etika,” kata Basaria di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, pada Senin (5/2/2024).

Menurut Basaria, Jokowi seharusnya dapat menunjukkan sifat kenegarawanan dan mencontohkan yang baik sebagai presiden pada masa pemilihan umum atau Pemilu 2024.

Namun, kata dia, sejumlah persoalan yang mencuat dalam beberapa waktu terakhir ini, menjadi bukti bahwa kompas moral, etika, dan penegakan hukum tidak dipegang.

Basaria menyoroti merosotnya skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index, yang sudah sempat mencapai 40 para 2019, lalu merosot lagi ke angka 34 pada 2022 dan 2023.

“Bahkan menempati ranking 115 dari semua negara yang disurvei,” ujar Basaria dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: UMY Kritik Pemerintahan Jokowi: KPK Dikebiri, Pejabat Doyan Korupsi, Hakim MK Tak Punya Harga Diri

Selain itu, kata dia, bukti lainnya yakni mengenai Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index) yang dirilis World Justice Project yang hanya mencapai 0,53 dari skala 0-1 pada 2023.

Menurut Basaria, hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sudah sangat jauh dari standar ideal indeks negara hukum.

Selanjutnya, The Economist Intelligence Unit juga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan demokrasi yang cacat.

Kemudian, Varieties of Democracy Project menggambarkan Indonesia sebagai negara dengan praktik kartel partai politik. Mereka bahkan memberikan skor 25 pada 2023.

“Karena maraknya bagi-bagi kekuasaan di antara partai politik dengan akuntabilitas yang sangat kurang pada pemilih,” ujar Basaria.

Baca Juga: KPK Sita Rumah Mewah Eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Jakarta Selatan

Selain Basaria, tampak hadir mendampingi saat memberikan pernyataan yaitu sejumlah pimpinan KPK yang lain seperti Taufiequrachman Ruki, Erry Riyana Hardjapamekas, Amien Sunaryadi, M Busyro Muqoddas, Adnan Pandu Praja.

Kemudian, Laode M Syarif, Mas Achmad Santosa, Abraham Samad, Chandra M Hamzah, Waluyo, Bibit Samad Rianto, Mohammad Jassin, Zulkarnain, dan Haryono Umar.

Sebelum pimpinan KPK turun gunung, ratusan sivitas akademika yang terdiri atas guru besar, dosen, mahasiswa, serta alumni berbagai perguruan tinggi sudah lebih dulu mengkritik penyelenggaraan demokrasi era pemerintahan Presiden Jokowi.

Mereka antara lain, berasal dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjadjaran (Unpad), UIN Jakarta, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, Universitas Jember, dan lainnya.

Baca Juga: Usai Diperiksa KPK Terkait Kasus SYL, Kepala Bapanas Klaim Tak Ada Setoran ke Kementan

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas.com


TERBARU