> >

Sivitas Akademika UII Soroti Kemunduran Demokrasi: Pudarnya Sikap Kenegarawanan Jokowi

Politik | 1 Februari 2024, 14:48 WIB
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid membacakan pernyataan sikap bertajuk Indonesia Darurat Kenegarawanan di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII, Sleman, Yogyakarta, Kamis (1/2/2024). (Sumber: Tangkapan layar video kanal YouTube Universitas Islam Indonesia)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa, hingga alumni, menyampaikan pernyataan sikap bertajuk "Indonesia Darurat Kenegarawanan", Kamis (1/2/2024).

Pernyataan sikap tersebut dibacakan Rektor UII Fathul Wahid di Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII, Sleman, Yogyakarta.

Mereka menilai, dua pekan menjelang pelaksanaan Pemilu 2024, perkembangan politik nasional semakin menunjukkan gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan.

Di mana, kata mereka, kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara.

Hal tersebut membuat demokrasi Indonesia semakin tergerus dan mengalami kemunduran.

"Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi)," kata Fathul saat membacakan pernyataan.

Indikator utamanya, kata dia, adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulung Jokowi sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024.

Seperti diketahui, Gibran berhasil melenggang menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto berkat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan bernomor 90/PUU- XXI/2023 tentang batas usia minimal capres dan cawapres. 

"Putusan yang proses pengambiliannya sarat dengan intervensi politik dan dinyatakan terbukti melanggar etika hingga menyebabkan Ketua MK Anwar Usman diberhentikan," tegasnya.

Baca Juga: Keluarkan Petisi Bulaksumur, Komunitas Akademik UGM Minta Jokowi Kembali ke Koridor Demokrasi

Gejala tersebut, sambungnya, semakin jelas ketika Jokowi menyatakan bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak dalam pemilu.

Tak hanya itu, Sivitas Akademika UII menyoroti pembagian bantuan sosial (bansos) berupa beras dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang dilakukan Jokowi.

Mereka menilai pembagian bansos menjelang pemilu itu sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan kepada penguatan dukungan bagi pasangan capres-cawapres tertentu.

"Mobilisasi aparatur negara untuk kepentingan dukungan terhadap pasangan calon tertentu adalah tindakan melanggar hukum sekaligus melanggar konstitusi," kata Fathul.

Situasi di atas, lanjut dia, menjadi bukti Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi.

Baca Juga: Jokowi : Presiden Boleh Memihak

 

Penulis : Isnaya Helmi Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU