> >

Koalisi Primates Fight Back Minta Monyet Ekor Panjang dan Beruk Sebagai Satwa Liar Dilindunngi

Peristiwa | 31 Januari 2024, 03:00 WIB
Menyambut Hari Primata Indonesia yang jatuh pada tanggal 30 Januari 2024, Koalisi Primates Fight Back bersama segenap masyarakat sipil mengadakan aksi damai. (Sumber: Dok Koalisi Primates Fight Back )

“Selama ini perdagangan maupun eksploitasi monyet seringkali disepelekan, padahal aktivitas ini merupakan kejahatan luar biasa dan upaya pemulihannya (rehabilitasi) membutuhkan biaya yang tidak sedikit.” 

Monyet kerap kali hanya dianggap sebagai sumber masalah disebabkan asumsi kelebihan populasi (overpopulation) sehingga perlu dilakukan penangkapan untuk mengatasi masalah tersebut. 

Tak berhenti di situ, monyet kerap kali dicap sebagai hama untuk lahan pertanian di sekitar habitat. 

“Tentu pemerintah harus memikirkan alternatif mitigasi lainnya, timbulnya ‘konflik’ harus dinilai secara keseluruhan termasuk fragmentasi habitat,”
lanjutnya.

Staf Direktorat KKH Kementerian LHK mengapresiasi kehadiran Koalisi Primates Fight Back dalam upaya menjaga kelestarian satwa di Indonesia. Namun tercetus tentang sulitnya penanganan kawanan monyet yang merambah ladang untuk mencari makan di sekitar habitat. 

Langkah pemanfaatan (baca: penangkapan monyet untuk dimanfaatkan) dianggap sebagai upaya persuasif berimbang yang perlu ditempuh pemerintah.

Mengenai maraknya perdagangan ilegal dan eksploitasi monyet, staf Direktorat KKH Kementerian LHK mengharapkan peran aktif koalisi untuk upaya penyelamatan dan rehabilitasi. 

Pihaknya pun meminta koalisi ini dapat mengembangkan pusat rehabilitasi monyet ekor panjang untuk membantu pemerintah.

Rehabilitasi monyet

Menanggapi pernyataan tersebut, Fiolita Berandhini menyatakan akan percuma apabila penyelamatan dan rehabilitasi dilakukan jika nantinya monyet-monyet akan tetap diburu untuk diperdagangkan dan dieksploitasi karena tidak adanya perlindungan hukum.

Dari sejumlah laporan, dampak dari masifnya praktik jual beli kedua spesies ini melahirkan sejumlah perlakuan penyiksaan terhadap monyet maupun beruk yang dipelihara. 

Selain itu, praktik ini juga berpengaruh buruk terhadap populasi kedua jenis satwa tersebut yang ada di alam liar. 

“Maraknya komunitas pemelihara monyet juga menyumbang permasalahan yang meningkatkan jumlah perburuan satwa di alam,” ungkap Fiolita Berandhini. 

“Ancaman zoonosis merupakan hal yang perlu menjadi perhatian penting karena perdagangan monyet untuk pemeliharaan berpotensi besar menularkan sejumlah penyakit yang membahayakan kesehatan manusia,” lanjutnya.

Ayut, perwakilan dari masyarakat sipil yang turut hadir dalam audiensi menyampaikan keresahannya dalam menyikapi dampak psikologis yang ditimbulkan terhadap anak-anak apabila melihat sejumlah tindakan eksploitasi terhadap monyet dan beruk yang berseliweran di media sosial.

Kondisi monyet ekor panjang dan beruk saat ini sangat minim perhatian karena pelaku kejahatan acap kali lolos. Peraturan perundang-undangan saat ini hanya dapat diterapkan apabila satwa tersebut masuk ke dalam kategori satwa liar dilindungi. 

Maka sudah seyogyanya monyet ekor panjang dan beruk ditetapkan menjadi satwa liar dilindungi.

Baca Juga: Wow, India Tugaskan 'Manusia Monyet' untuk Tertibkan Primata Nakal Jelang KTT G20

Penulis : Kiki Luqman Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU