Kronologi dan Duduk Perkara Kasus Budi Said, Bermula dari Beli 7 Ton Emas Antam
Hukum | 19 Januari 2024, 10:35 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Nama crazy rich Surabaya, Budi Said, tengah mencuri perhatian publik usai penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan ia sebagai tersangka kasus transaksi ilegal pemufakatan jahat transaksi jual beli emas Antam.
Budi Said ditetapkan sebagai tersangka usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar (Jampidsus) Jakarta, Kamis (18/1/2024).
"Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan secara intensif pada hari ini status yang bersangkutan kami naikkan sebagai tersangka," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi pada Kamis.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan Crazy Rich Surabaya Budi Said Tersangka Jual Beli Emas Antam, Begini Modusnya
Kronologi dan Duduk Perkara Kasus Budi Said
Kasus Budi Said merupakan kasus lama dan telah melalui beberapa kali persidangan. Bermula pada 2018, ketika Budi Said membeli 7.071 kilogram atau 7 ton emas senilai Rp3,5 triliun dari Eksi Anggraeni yang merupakan marketing dari Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya I.
Budi Said tertarik membeli emas sebanyak itu lantaran tergiur dengan program potongan harga yang disampaikan Eksi.
Ia pun mentransfer secara bertahap uang yang telah disepakati. Sayangnya, Budi hanya menerima sebanyak 5.935 kilogram atau 5,9 ton emas. Kekurangan 1.136 kilogram emas tak pernah ia dapatkan.
Pernah Menang Gugatan
Budi yang merasa tertipu lantas mengirimkan surat ke PT Antam cabang Surabaya. Tak kunjung mendapat jawaban, ia pun bersurat ke Antam Pusat di Jakarta yang kemudian menyatakan bahwa Antam tidak pernah menjual emas dengan harga diskon.
Budi lantas melayangkan gugatan terhadap PT Antam ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Januari 2020.
Setelah melalui persidangan, PN Surabaya akhirnya memenangkan gugatan tersebut. Majelis hakim PN Surabaya menginstruksikan PT Antam untuk mengirimkan emas yang kurang kepada Budi.
Baca Juga: Kalah PK Gugatan 1,1 Ton Emas dari Budi Said, PT Antam Tunggu Salinan Putusan MA
Saling Gugat
Pada Agustus 2021, pihak Antam mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Majelis Hakim selanjutnya memutuskan untuk membatalkan putusan PN Surabaya dan menolak gugatan Budi.
Tak terima dengan putusan PT Surabaya, Budi Said pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada Juli 2022, MA mengabulkan gugatan yang diajukan Budi dan membatalkan putusan PT Surabaya.
MA memerintahkan Antam untuk membayar kerugian yang dialami pemilik PT Tridjaya Kartika Grup.
Kasus masih berlanjut dengan Antam yang mengajukan peninjauan kembali (PK). Namun, hal ini ditolak MA pada 12 September 2023. Antam diperintah untuk membayar kekurangan 1.136 kilogram kepada Budi.
Antam kemudian melayangkan gugatan kepada Budi dan sejumlah mantan karyawan Antam, yakni Eksi Anggraeni (staf marketing), Endang Kumoro (Kepala BELM Surabaya I), Misdianto (Tenaga Administrasi), dan Ahmad Purwanto (General Trading Manufacturing dan Senior Officer PT Antam).
Baca Juga: Siapa Budi Said, “Crazy Rich Surabaya" yang Menang Gugatan Emas 1,1 Ton Lawan PT Antam?
Pemufakatan Jual Beli Emas
Kejagung yang mengetahui kasus tersebut menilai adanya kejanggalan. Diduga ada rekayasa pembelian emas yang dilakukan Budi dan pemufakatan jahat dalam jual beli emas.
Budi Said diduga melakukan kongkalikong dengan eks karyawan Antam yang membuat perusahaan BUMN itu rugi Rp1,1 triliun.
Kuntadi menjelaskan bahwa rekayasa transaksi berupa menetapkan harga jual di bawah harga yang ditetapkan PT Antam, seolah-olah ada diskon.
Mereka juga menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan. Dengan demikian, PT Antam tak dapat mengontrol jumlah emas dan uang yang ditransaksikan.
Akibatnya, terjadi selisih yang begitu besar antara jumlah uang yang diberikan Budi dan logam mulia yang diserahkan Antam ke Budi.
"Akibat adanya selisih tersebut guna menutupinya, para pelaku selanjutnya membuat surat diduga palsu yang pada pokoknya seolah-seolah bahwa benar transaksi itu sudah dilakukan dan bahwa benar PT Antam ada kekurangan dalam menyerahkan logam mulia," ujar Kuntadi.
Atas perbuatannya, Budi dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV, Kompas.com, Tribunnews