> >

Menlu Retno Enggan Tanggapi Pengusiran Pengungsi Rohingya oleh Mahasiswa Aceh

Peristiwa | 28 Desember 2023, 14:46 WIB
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (kiri), Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakshmi Pratiwi, S.S., M.A. (tengah) dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (kanan) berfoto usai penyerahan sertifikat The Cosmological Axis of Yogyakarta and its Historic Landmarks atau Sumbu Filosofi Yogyakarta ke Pemda DIY sebagai warisan dunia dari UNESCO di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Kamis (28/12/2023). (Sumber: Hanif Suryo/Tribun Jogja)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi enggan menanggapi pengusiran pengungsi Rohingya oleh sekelompok mahasiswa Aceh di Balai Meuseraya Aceh (BMA), Banda Aceh, Rabu (27/12/2023).

Retno tidak mau menjawab pertanyaan wartawan mengenai pengusiran pengungsi Rohingya tersebut.

"Makasih ya, makasih ya," katanya saat ditanya terkait pengusiran Rohingya di Yogyakarta, Kamis (28/12/2023).

Saat itu, Retno menghadiri penyerahan sertifikat warisan budaya UNESCO kepada Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Setidaknya 137 pengungsi Rohingya diangkut paksa mahasiswa Aceh dengan dua truk ke Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Aceh di Syiah Kuala, Banda Aceh. Para mahasiswa mendesak pemerintah mendeportasi pengungsi Rohingya.

Baca Juga: Mahasiswa Aceh Serbu dan Usir Pengungsi Rohingya, UNHCR: Efek Ujaran Kebencian Terkoordinasi

Pemerintah sendiri telah bertindak dengan memindahkan para pengungsi ke tempat aman usai penyerangan oleh mahasiswa.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta aparat keamanan menjaga keamanan pengungsi.

"Hari ini saya sudah mengambil keputusan dan tindakan agar pengungsi Rohingya itu ditempatkan di satu tempat yang aman," kata Mahfud, Kamis, dikutip Kompas.com.

"Satu ditempatkan di Gedung PMI (Palang Merah Indonesia), sebagian lagi ditempatkan di Gedung Yayasan Aceh. Karena saya sudah koordinasi dengan Ketua PMI pusat, Pak Jusuf Kalla," lanjutnya.

Sebelumnya, Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UHCR) menyebut terdapat kampanye ujaran kebencian daring yang terkoordinasi yang memicu penyerangan dan pengusiran pengungsi Rohingya di Aceh.

UNHCR pun meminta masyarakat memilah informasi agar tidak terjebak disinformasi yang diarahkan kepada pengungsi Rohingya.

"Serangan kepada pengungsi ini bukanlah tindakan terisolasi, tetapi hasil dari kampanye misinformasi, disinformasi, dan ujaran kebencian terhadap pengungsi yang terkoordinasi secara daring sekaligus upaya fitnah untuk usaha Indonesia menyelamatkan jiwa-jiwa putus asa yang terkatung-katung di lautan," kata UNHCR dalam sebuah pernyataan, Rabu.

Baca Juga: Media Internasional Sorot Pengusiran Pengungsi Rohingya di Aceh

UNHCR menyebut banyak konten kebencian terkait Rohingya menggunakan gambar-gambar kecerdasan buatan (AI) dan disebarkan akun-akun bot.

"UNCHR mengingatkan siapa pun bahwa pengungsi anak-anak, perempuan, dan pria yang mencari perlindungan di Indonesia adalah korban persekusi dan konflik, juga penyintas dari perjalanan laut yang mematikan."

Siapa Warga Rohingya?

Dilansir Al Jazeera, Rohingya merupakan kelompok etnis mayoritas muslim, yang telah tinggal di Myanmar sejak ratusan tahun lalu. Saat ini, terdapat kurang dari satu juta orang Rohingya di Myanmar.

Meski sudah tinggal selama ratusan tahun di wilayah yang kini menjadi Myanmar, Rohingya tidak diakui sebagai satu dari 135 kelompok etnis di negara tersebut. Bahkan mereka tidak diberikan kewarganegaraan sejak 1982.

Sejak era 1970-an, sejumlah penindasan terhadap warga Rohingya di Negara Bagian Rakhine di Myanmar, memaksa ratusan ribu orang lari ke Bangladesh dan negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand.

Warga Rohingya yang mengungsi mengatakan aparat Myanmar melakukan pemerkosaan, penyiksaan, pembakaran hingga pembunuhan.

Pada Oktober 2016, terjadi pembunuhan terhadap sembilan polisi perbatasan. Pemerintah Myanmar menuding kelompok bersenjata Rohingya berada di balik pembunuhan tersebut.

Pemerintah Myanmar kemudian menerjunkan pasukan ke kampung-kampung di Rakhine. Dalam operasi tersebut, aparat Myanmar dituduh melakukan pembunuhan, pemerkosaan, hingga pembakaran. Tuduhan tersebut dibantah Myanmar.

Menurut data yang dihimpun Al Jazeera per 19 September 2017, sekitar 890.000 warga Rohingya mengungsi di Bangladesh. Sekitar 350.000 orang mengungsi di Pakistan, 200.000 di Arab Saudi, dan 150.000 di Malaysia.

Sementara ribuan lainnya tersebar di India, Uni Emirat Arab, Thailand, dan Indonesia.

 

Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas.com, Al Jazeera


TERBARU