Pengurus Masjid Istiqlal: Sikapi Fatwa MUI soal Israel secara Rasional
Peristiwa | 16 November 2023, 20:28 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa nomor 83 tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina yang menegaskan bahwa mendukung agresi Israel ke Palestina hukumnya haram, banyak masyarakat yang mengunggah daftar produk yang disebut buatan Israel. Daftar produk yang jumlahnya lebih dari 100 itu dinarasikan haram dibeli.
Padahal, MUI tidak pernah mengeluarkan daftar produk tersebut.
"Sehubungan dengan banyaknya berseliweran nama-nama produk pro Israel atau merek yang terafiliasi dengan negara tersebut, maka MUI perlu menjelaskan bahwa MUI tidak pernah mengeluarkan daftar produk dari perusahaan-perusahaan yang mendukung dan atau terafiliasi mendukung Israel," kata Wakil Ketua MUI Anwar Abbas, Kamis (16/11/2023) .
Sementara itu, Kepala Bidang Penyelenggaraan Peribadatan Masjid Istiqlal Jakarta K.H. Bukhori Sail Attahiri mengimbau masyarakat untuk rasional dalam menyikapi fatwa Majelis Ulama Indonesia yang mengharamkan pembelian produk dari produsen yang terafiliasi dengan Israel.
Bukhori mengatakan bahwa fatwa tersebut merupakan bentuk solidaritas Indonesia kepada Palestina. Ia mengingatkan agar fatwa tersebut jangan sampai menyulitkan masyarakat karena memboikot seluruh produk-produk yang terkait Israel.
Baca Juga: Ma'ruf Amin Sebut Fatwa MUI Diperlukan untuk Dukung Kemerdekaan Palestina
"Dalam menyikapi fatwa MUI ini, kalau saya pakai kaidah fikih maa laa yudroku kulluh, laa yudroku kulluh. Artinya, sesuatu hal yang tidak bisa kita laksanakan semuanya. Fatwa MUI ini bisa kita laksanakan pada produk-produk yang memang tidak vital pada kebutuhan kita dan ada alternatif produk lain yang bisa kita gunakan," ucap Bukhori dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/11/2023).
Dijelaskan Bukhori, fatwa MUI dasarnya adalah hukum yang ditentukan oleh ijtihad para ulama.
Menurut dia, ada kalanya umat juga perlu menakar kemampuan sendiri dalam mengikuti ijtihad para ulama tersebut.
Ia mengingatkan masyarakat agar solidaritas untuk Palestina yang dilakukan dengan niat baik tidak berujung menyulitkan diri sendiri dan menimbulkan kemudaratan yang lebih besar.
Bukhori mencontohkan peristiwa ketika Presiden Prancis Emmanuel Macron melindungi majalah Charlie Hebdo. Majalah mingguan asal Prancis itu diketahui pernah membuat karikatur Nabi Muhammad yang sempat menggemparkan dunia, termasuk Indonesia.
Ujungnya, banyak negara mayoritas penduduk beragama Islam ramai-ramai memboikot segala produk yang terafiliasi dengan negara Prancis. Beberapa pihak juga ada yang membeli produk-produk tertentu untuk dibuang.
Baca Juga: MUI Kaji Pencabutan Label Halal Produk yang Terafiliasi dengan Israel terkait Serangan ke Gaza
"Kalau dengan cara membuang barang yang sudah terlanjur kita beli, maka itu hukumnya menjadi mubazir. Kalau kita mau memboikot, lakukanlah dengan cara tidak membeli barang yang terafiliasi Israel. Adapun produk yang sudah kita beli, sebaiknya kita gunakan dan manfaatkan saja. Jangan sampai kita berlaku mubazir karena orang yang seperti itu justru kawannya setan," pesan Bukhori.
Menurutnya, membuang barang yang sudah dimiliki tidak sesuai dengan ajaran Islam. Terlebih jika sampai melakukan tindakan anarkis dengan menjarah barang-barang di toko tertentu dan membuangnya dengan dalih solidaritas untuk Palestina.
"Itu sudah masuk tindak pidana dan juga tidak sesuai dengan syariat Islam. Silakan saja kalau kita tidak mau membelinya, namun jangan sampai kita merugikan orang lain," tegas Bukhori.
Karena itu, Bukhori berharap masyarakat bisa menyikapi fatwa dari MUI secara rasional.
Ia juga menegaskan bahwa tidak ada yang salah dengan fatwa tersebut, tetapi akan menjadi masalah jika menafsirkannya secara kebablasan, bahkan menjurus pada tindakan intoleransi hingga kekerasan.
"Fatwa ulama boleh kita ikuti, boleh juga tidak karena itu bagian dari hasil ijtihad. Ijtihad ulama derajatnya tidaklah sama dengan nash qath’i, yang mana jika nash qath’i itu harus diikuti dan tidak boleh dilanggar, seperti keharaman memakan daging babi atau perbuatan mencuri. Adapun fatwa ulama harus dilakukan sesuai dengan kemampuan kita masing-masing," imbuhnya.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV