> >

Kemenag Sebut Masih Ada Jemaah yang Berhaji dengan Dana Talangan dari Lembaga Keuangan

Humaniora | 16 November 2023, 10:47 WIB
Direktur Bina Haji Kemenag Arsad Hidayat dalam Diskusi Kajian Istithaah Keuangan Haji di Tangerang, Rabu (15/11/2023). (Sumber: Kemenag)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Bina Haji Kementerian Agama Arsad Hidayat menyinggung soal adanya praktik dana talangan yang dilakukan lembaga keuangan dengan dalih membantu jemaah untuk bisa mendaftarkan haji. 

Padahal, bisa jadi jemaah yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan finansial yang memadai. Model dana talangan ini juga pada akhirnya menyebabkan daftar antrian (waiting list) haji semakin panjang.

Hal ini ia sampaikan saat membahas masalah istithaah keuangan bagi jemaah haji. Istithaah adalah kemampuan melaksanakan ibadah haji secara fisik, mental dan perbekalan.

“Jangan sampai jemaah memaksakan diri melalui dana talangan padahal dia tidak mampu. Ini juga menjadi salah satu penyebab tambah panjangnya antrian jemaah haji,” kata Arsad saat Diskusi Kajian Istitha’ah Keuangan Haji di Tangerang, Rabu (15/11/2023).

Baca Juga: Kemenag Usul BPIH Haji 2024 Rp105 Juta, Berapa yang Harus Dibayar Jemaah?

“Sebagaimana kesehatan, kemampuan secara finansial juga menjadi syarat penting bagi jemaah haji. Ini perlu dirumuskan agar bisa dipahami jemaah. Sehingga bagi jemaah yang tidak mampu secara finansial tidak perlu memaksakan," ujarnya seperti dikutip dari laman resmi Kemenag.

Arsad mengatakan, istitha'ah keuangan (maliyah) sangat penting dalam penyelenggaraan ibadah haji. Menurutnya, ketidakmampuan jemaah secara finansial akan menggugurkan kewajiban ibadah hajinya.

Rumusan istitha’ah finansial juga penting, sebagai bahan pertimbangan dalam membuat komposisi yang lebih berkeadilan antara biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang dibayar langsung oleh jemaah dan biaya haji yang bersumber dari nilai manfaat (BPIH). 

Sebagaimana diketahui, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terdiri dari sejumlah sumber, antara lain Bipih yang dibayar jemaah dan nilai manfaat setoran awal. 

Baca Juga: Kemenag Sebut Usulan Biaya Haji 2024 Pertimbangkan Beberapa Faktor: Inflasi hingga Layanan

BPIH 2023 misalnya, rata-rata sebesar Rp90.050.637,26. Jumlah ini terdiri atas, Bipih yang harus dibayar langsung jemaah sebesar Rp49.812.700,26 (55,3%) dan sisanya sebesar Rp40.237.937 (44,7 %) dibebankan kepada nilai manfaat.

“Komposisi antara Bipih dan Nilai Manfaat harus dirumuskan secara lebih berkeadilan. Sebab, nilai manfaat setoran awal juga menjadi hak jemaah yang masih dalam antrean. Rumusan istithaah keuangan ini penting sebagai pertimbangan dalam menetapkan komposisi tersebut,” kata Arsad.

Ia melanjutkan, pemerintah sangat perhatian terhadap rumusan komposisi pembiayaan haji yang berkeadilan ini. Penghitungan komposisi Bipih dan nilai manfaat harus mempertimbangkan aspek keadilan. 

Artinya, setiap jemaah haji mendapatkan bagian dari nilai manfaat setoran awalnya secara lebih berkeadilan. Hal ini akan menjaga keberlanjutan nilai manfaat yang juga menjadi hak jemaah yang masih dalam antrian.

Baca Juga: Waketum MUI Sebut Tidak Pernah Rilis Daftar Produk Terafiliasi Israel

“Penghitungan komposisi BPIH harus dihitung betul dan secermat mungkin, agar dapat memberikan kemanfaatan tidak hanya buat jemaah haji yang berangkat saat ini tapi juga mereka yang akan berangkat di tahun-tahun ke depan,” tuturnya. 

Arsad berharap diskusi ini memberikan sebuah perspektif fiqh tentang istithaah finansial sekaligus mengkaji komposisi pembiayaan haji yang lebih berkeadilan.

Diskusi Kajian Istitha’ah Keuangan Haji ini berlangsung tiga hari, 15 - 17 November 2023. Kasubdit Bimbingan Jemaah Khalilurrahman menambahkan, kegiatan ini bertujuan untuk mengkategorisasi istitha'ah dari aspek keuangan dalam rangka menjaga stabilitas nilai manfaat keuangan haji agar berkeadilan dan berkelanjutan.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber :


TERBARU