> >

MKMK: Saldi Isra Tak Langgar Kode Etik atas Pendapat Berbeda dalam Putusan Usia Capres-Cawapres

Hukum | 7 November 2023, 18:37 WIB
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra membeberkan keanehan keputusan MK mengabulkan batas usia Capres-Cawapres, Senin (16/10/2023) (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Hakim Konstitusi Saldi Isra dinyatakan tidak melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi atas sikapnya yang memilih pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres.

Demikian disampaikan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK dalam sidang putusan perkara nomor 5/MKMK/L/10/2023 terkait dugaan pelanggaran etik hakim MK.

Perkara tersebut dilaporkan oleh Bob Hasan dkk yang tergabung dalam ARUN (Advokasi Rakyat Untuk Nusantara), Advokat Lingkar Nusantara (Advokat LISAN), LBH Cipta Karya Keadilan, serta TAPHI.

“Dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang terkait dissenting opinion (pendapat berbeda) terhadap hakim terlapor, tidak terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan putusan di muka sidang.

Baca Juga: MKMK Jatuhkan Sanksi Teguran Lisan kepada 6 Hakim MK, Terbukti Langgar Etik

Namun, kata Jimly, Saldi bersama delapan hakim konstitusi lainnya terbukti melakukan pelanggaran karena tidak dapat menjaga keterangan dan informasi dalam rapat permusyawaratan hakim atau RPH yang bersifat tertutup.

“Sehingga melanggar kepantasan dan kesopanan penerapan angka 9,” ujar Jimly.

Selain itu, kata dia, Saldi bersama delapan hakim lainnya kerap membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi, tanpa bersungguh-sungguh untuk saling mengingatkan sesama hakim.

“Praktik pelanggaran benturan kepentingan sudah menjadi kebiasaan yang dianggap sebagai sesuatu yang wajar secara bersama-sama dengan hakim lainnya,” ujar Jimly.

Sementara hakim anggota Wahiduddin Adams menyampaikan, berdasarkan fakta yang ditemukan MKMK, Saldi tidak dapat dikatakan telah melanggar kode etik karena adanya perbedaan pendapat dalam memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Dia menambahkan, meskipun saat membacakan pendapat berbeda Saldi mengungkapkan sisi emosional seorang hakim, hal itu tidak dapat dikatakan sebagai pelanggaran kode etik.

Baca Juga: Berikut Daftar 6 Hakim Terlapor Terbukti Melanggar Etik dalam Putusan MKMK

“Sebab, bagian pendapat berbeda, dissenting opinion hakim merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dari putusan 90/PUU-XXI/2023,” ujar Wahiduddin.

Seperti diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengungkap sederet keanehan dalam putusan MK yang mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam putusan yang dibacakan pada Senin, 16 Oktober 2023 tersebut, MK membolehkan orang yang belum berusia 40 tahun menjadi capres atau cawapres asalkan pernah atau sedang menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Saldi mengatakan MK seharusnya menolak gugatan tersebut. Ia mengaku bingung mengapa MK akhirnya mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Saya menolak permohonan a quo dan seharusnya MK menolak permohonan a quo," kata Saldi tatkala membacakan dissenting opinion dalam sidang putusan.

Baca Juga: Ada Demo Jelang Putusan MKMK, 1.998 Aparat Gabungan Diturunkan, Jalan Medan Merdeka Barat Ditutup

Saldi mengaku sejak dirinya menjabat sebagai Hakim Konstitusi, baru kali ini MK mengubah pendiriannya dalam sekejap.

MK, kata Saldi, memang pernah berubah pendirian. Namun ia menyatakan, perubahan MK tidak pernah terjadi secepat seperti saat ini.

"Sejak menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi di gedung mahkamah ini pada 11 April 2017 atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar. Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat,” kata Saldi.

Perubahan itu pun, menurut dia, tidak sekadar mengenyampingkan putusan sebelumnya, namun didasarkan pada argumentasi yang sangat kuat setelah mendapatkan fakta-fakta penting yang berubah di tengah-tengah masyarakat.

"Pertanyaannya, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga Mahkamah mengubah pendiriannya dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam putusan a quo?" ujar Saldi.

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU