Pakar Jelang Putusan MKMK: Harus Ada Upaya Menegakkan Restorative Justice di Wilayah Konstitusional
Rumah pemilu | 6 November 2023, 10:31 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tata Negara Zaenal Arifin Mochtar menilai harus ada upaya untuk menegakkan Restorative Justice di wilayah konstitusional. Sebab menurut Zaenal dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman sangat mustahil untuk ditolerir karena dampak kerusakannya banyak.
Demikian Zaenal Arifin Mochtar dalam keterangannya di dialog Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Senin (6/11/2023).
“Ini pelanggaran yang mustahil untuk ditolerir, karena kerusakannya sangat banyak, di banyak tulisan termasuk tulisan saya di Kompas kita sudah mendiskusikan panjang kali lebar, bahwa terjadi kerusakan yang terlalu besar, bukan hanya terhadap Mahkamah Konstitusi tapi juga demokrasi, dinasti politik, bahkan kemudian menyandera proses kenegaraan yang akan berlangsung di 2024 nanti.”
“Artinya apa, harus ada upaya untuk mengembalikan restoratif ya, untuk menegakkan restorative justice di wilayah konstitusional untuk mengembalikan keadaan yang semula.”
Baca Juga: Projo soal Jokowi Dianggap Tak Netral: Itu Framing, Presiden Tidak Berpihak pada Calon Tertentu
Maka itu, sambung Zaenal, yang pertama perlu dilakukan adalah penjatuhan sanksi terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.
“Karena dia melanggar bukan hanya sekedar etis, saya kira melanggar aturan perundang-undangan. Bahkan kalau mau dilebarkan soal konflik kepentingan ada kemungkinan bisa menuju ke arah hal-hal yang lebih serius,” ucap Zaenal.
“Misalnya kalau kita baca undang-undang 28 tahun 1999 soal penyelenggara negara yang bebas, bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.”
Sekarang, kata Zaenal, perdebatannya adalah soal apakah putusan etik terhadap Ketua Hakim MK Anwar Usman bisa berimplikasi kepada putusan MK soal syarat maju Pilpres 2024 atau tidak. Zaenal menilai ada 3 kemungkinan yang harus dibicarakan.
“Pertama penjatuhan sanksi kepada Anwar Usman tetap iya, tetapi apakah bisa berimplikasi ini belum tentu bisa, ini berangkat dari bunyi peraturan yang memang apapun dilakukan itu semua lebih banyak bicara pada soal penafsiran,” ucap Zaenal.
Baca Juga: Besok, Megawati dan Ganjar-Mahfud Nyekar ke Makam Bung Karno di Blitar
“Sama seperti Pak Hamdan Zoelva tadi yang saya dengan menyampaikan itu, itu adalah bagian dari penafsiran. Jadi penafsiran beliau terhadap konteks peraturan perundang-undangan yang mengatakan bahwa itu tidak bisa menuju kesana. Tapi pada saat yang sama, ada juga yang menuju ke sana (ke putusan -red).”
Kedua, dijatuhkan sanksi kepada Anwar Usman dan kemudian MKMK mengatakan ada hal serius yang berkaitan dengan putusan MK dan harus dilakukan penegakan dan perbaikan dari putusan MK. Termasuk meminta kepada Hakim MK untuk melakukakan pemeriksaan ulang mengikuti logika Undang-undang kekuasaan kehakiman.
“Kalau dua itu dilakukan ada 2 kemungkinannya, apakah mungkin MK akan menyidangkan ulang dan ini pasti perdebatannya akan panjang karena dianggap tidak ada lagi final and banding, harusnya tidak dilakukan pemeriksaan ulang,” kata Zaenal.
“Atau yang kedua MK melakukan pemeriksaan ulang karena sudah ada permohonan baru untuk memeriksa pasal 169, 169 yang diperiksa bukan undang-undang yang lama tetapi undang-undang baru buatan Mahkamah Konstitusi.”
Baca Juga: Ridwan Kamil Bantu Menangkan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 di Jabar, Banten, dan DKI Jakarta
Zaenal menuturkan, saat ini ada beberapa permohonan termasuk yang dilakukan bersama Denny Indrayana untuk pengujian ulang putusan 169.
“Ini demi untuk mengatakan, menghilangkan kemungkinan orang melakukan perdebatan panjang soal keabsahan pencalonan presiden dan lain sebagainya, jadi ini harus disambut sebagai konteks positif,” kata Zaenal.
“Dan kemungkinan yang ketiga tentu saja adalah ketika MKMK memandang ada kesalahan pada Anwar Usman lalu itu kemudian berimplikasi pada putusan. Karena kalau Anwar Usman tidak ikut dalam proses putusan, maka kemungkinan putusannya kan menjadi lebih lebih konstelatif berbeda.”
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV