Pakar soal Gibran Jadi Bacawapres Prabowo: Ini Masalah Etika, Tidak Ada yang Bisa Menghukum Pidana
Politik | 23 Oktober 2023, 12:51 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Bivitri Susanti menilai ada masalah etika dalam keputusan Gibran Rakabuming Raka menerima sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto.
Sepatutnya, publik kritis menyoroti etika politik kader parpol yang dengan mudah melompat dari satu partai ke partai lain.
Demikian Bivitri Susanti merespons penunjukkan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto kepada Jurnalis KOMPAS TV Muhamad Faisal Alansori, Senin (23/10/2023).
“Kalau saya sih ingin sekali mengatakan kepada publik memang kita itu harus kritis karena ini betul soal etika. Pertanyaan, ini bisa dihukum nggak sih Gibran lompat partai begitu ya dari PDIP ke Golkar untuk dicalonkan bersama Pak Prabowo,” ucap Bivitri.
Baca Juga: Prabowo-Gibran Bakal Capres-cawapres Disebut Keputusan Final, Gerindra Perkuat Konsolidasi
“Itu masalah etika. Nggak ada yang bisa menghukum pidana dan lain sebagainya. Tapi ini kan soal cara berpolitik di negara kita ini. Gimana peradaban politik bisa maju kalau cara berpolitik seperti ini terus-menerus dipraktikkan.”
Bivitri lebih lanjut menyayangkan fakta Gibran yang merupakan kader PDI Perjuangan justru menjadi bakal cawapres Prabowo Subianto. Sebab, kata Bivitri, Gibran adalah seorang anak dari Presiden Joko Widodo.
“Ini anaknya seorang presiden dan Presiden juga nggak mengontrol sama sekali melakukan manuver yang sangat pragmatis. Kita tahu waktu Gibran maju sebagai wali kota pun 2020 itu dari PDIP dan sekarang dia bisa mencalonkan diri karena putusan MK-nya sudah dibuatkan oleh MK ditambahkan kata-kata atau pernah/sedang menjabat Wali Kota salah satunya,” ujar Bivitri.
Baca Juga: Peluang Prabowo-Gibran Menang Pilpres di Jateng, Pakar: Realitas Politik Itu Kandang PDIP
“Artinya jabatan Wali Kota itulah yang dulunya-dulunya dimungkinkan karena dukungan PDIP yang membuat dia bisa maju.”
Bivitri pun meyakini cara Gibran yang tidak etis dalam berpolitik akan menjadi batu ganjalan untuk diterima publik.
“Karena publik kan juga bukan orang bodoh semua dan orang tidak beretika semua. Jadi pasti ada kegelisahan dan mungkin kemarahan dari publik terhadap cara berpolitik yang demikian kasar sekali buruk dan ditunjukan oleh Gibran,” kata Bivitri.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV