> >

ICW Beberkan 4 Wakil Menteri Rangkap Jabatan sebagai Komisaris BUMN, padahal Putusan MK Melarangnya

Peristiwa | 17 Oktober 2023, 15:47 WIB
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana(Sumber: Tangkapan layar)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Wacth (ICW) menemukan fakta ada 4 orang Wakil Menteri yang diangkat sebagai komisaris BUMN.

Padahal jika merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi, Wakil Menteri dilarang rangkap jabatan pada Perusahaan negara atau swasta.

Keempatnya antara lain adalah Rosan P Roeslani (Wakil Menteri BUMN) sebagai komisaris PT Pertamina, Suahasil Nazara (Wakil Menteri Keuangan) sebagai komisaris PT PLN, Muhammad Herindra (Wakil Menteri Pertahanan) sebagai komisaris PT Len Industri, dan Kartika Wirjoatmodjo (Wakil Menteri BUMN) sebagai komisaris PT BRI.

Demikian peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pesan singkatnya kepada KOMPAS TV, Selasa (17/10/2023).

“Merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XVII/2019, Wakil Menteri dilarang rangkap jabatan pada perusahaan negara atau swasta,” tegas Kurnia.

“Alasannya, posisi Wakil Menteri sama dengan Menteri yang diangkat oleh Presiden, maka harus juga tunduk pada Pasal 23 huruf b UU Kementerian Negara. Di mana aturan itu melarang melakukan rangkap jabatan,” imbuhnya.

Baca Juga: PDI-P Panggil Gibran Besok, Tanya Loyalitas hingga Isu Jadi Cawapres untuk Prabowo

ICW menilai, alasan MK rasional dan dapat diterima agar Wakil Menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya.

Dalam pemetaan yang dilakukan ICW, Kurnia menuturkan, setidaknya ada tiga kementerian yang pejabatnya paling banyak melakukan rangkap jabatan.

Antara lain ada di Kementerian BUMN sebanyak 19 orang, Kementerian Keuangan sebanyak 18 orang, dan Kementerian PUPR sebanyak 9 orang.

“Jika ditelisik lebih jauh, seluruh pejabat di Kementerian BUMN yang terdiri dari Wakil Menteri, Pejabat Tinggi Madya, Staf Ahli, Staf Khusus, dan Pejabat Tinggi Pratama dengan jumlah sebanyak 34 orang mendapatkan jabatan sebagai komisaris atau dewan pengawas, baik di BUMN maupun anak perusahaannya,” ungkap Kurnia.

Menurut Kurnia, ada sejumlah argumentasi yang diuraikan dalam penelitian untuk menolak kebijakan rangkap jabatan pada komisaris dan dewan pengawas di BUMN.

Di antaranya, rangkap jabatan bertentangan dengan hukum positif di Indonesia.

Pasal 17 huruf a Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU 25/2009) secara spesifik menyebutkan bahwa pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah.

Baca Juga: Pengamat: Indikasi Gibran Mengarah Cawapres Makin Kuat, Bisa Berhadapan dengan PDIP di Pilpres 2024

Rangkap jabatan juga dipandang melanggar etika sebagaimana dituangkan dalam TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

“Pada bagian Etika Politik dan Pemerintahan disampaikan bahwa tujuan penegakan etika untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, dan menjunjung tinggi kepentingan publik,” kata Kurnia.

Selain itu, rangkap jabatan menimbulkan potensi konflik kepentingan serta menyoal keterbatasan dalam melakukan pelayanan publik.

Sehingga, harus dipandang sebagai perbuatan yang melanggar etika.

Tidak hanya itu, rangkap jabatan berpotensi menghasilkan situasi diskriminatif antar birokrat, khususnya dalam kaitan dengan pendapatan ganda, hingga berpotensi menyebabkan terganggunya profesionalitas.

“Sebab, rangkap jabatan menimbulkan tuntutan mengenai loyalitas terhadap masing-masing lembaga tempat orang yang bersangkutan bernaung,” ujar Kurnia.

Kemudian, rangkap jabatan juga menimbulkan persaingan yang tidak sehat antara regulator yaitu Kementerian BUMN, dengan peserta bisnis. Termasuk, mengganggu penerapan prinsip GCG.

“Setidaknya ada tiga nilai dari GCG yang dilanggar dengan tetap dibiarkannya rangkap jabatan, di antaranya pertanggungjawaban, keterbukaan, dan kemandirian,” kata Kurnia.

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU