> >

Di Rakernas Relawan Seknas, Jokowi Bicara soal Bangun Kepercayaan dan Dampaknya terhadap Ekonomi

Politik | 16 September 2023, 12:15 WIB
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meninjau pembangunan area industri PT Lotte Chemical Indonesia (LCI), Kota Cilegon, Provinsi Banten, pada Selasa (12/9/2023). Jokowi mengaku senang dengan kemajuan proyek tersebut, yang mayoritas hasil produksinya untuk dalam negeri. (Sumber: Setkab.go.id)

BOGOR, KOMPAS.TV – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) membeberkan hal yang paling awal ia lakukan saat terjun ke dunia politik, yakni membangun kepercayaan.

Penjelasan Jokowi itu disampaikan dalam sambutannya di acara Rapat Kerja Nasional Relawan Sekretariat Nasional Jokowi, di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/9/2023).

“Saya bangun dulu kepercayaan,” tuturnya dikutip dari laporan jurnalis Kompas TV Rangga dan Opal.

“Begitu juga saat saya masuk di politik yang saya bangun juga trust, yaitu kepercayaan. Sejak awal saya bangun trust.”

Hal yang sama juga dilakukannya dalam memimpin Indonesia. Menurut Jokowi, Indonesia merupakan negara besar, namun jika pembangunan hanya bergantung pada APBN, ekonomi tidak akan tumbuh.

Saat ini, kata dia, Indonesia telah mendapatkan kepercayaan dari luar negeri.

Kepercayaan yang diberikan, berdampak pada kemampuan Indonesia menggandeng investor untuk mewujudkan hilirisasi industri.

Baca Juga: Jokowi di Dies Natalis IPB: Belum Bisa Dibilang Inovasi Jika Belum Rada-Rada Gila

“Dari era VOC yang kita kirim mentah. Kopi mentah, rempah mentah kita kirim. Pada tahun 70 minyak booming, barang mentah kita kirim. Nggak ada nilai tambah. Ini lagi minerba, mentah kita kirim.”

“Kita nggak punya teknologi, nggak punya anggran, ya kita ajak investasi,” ujarnya.

Ia kemudian menjelaskan perbedaan pendapatan negara antara saat mengekspor nikel mentah dan setelah melakukan hilirisasi.

“Saat kita ekpor mentah nikel hanya kurang lebih kita dapat 2.1 bilion USD untuk semua kategori atau Rp30 triliun per tahun, itu juga untuk perusahaan termasuk BUMN.”

“Saat ada hilirisasi, mulai tahun 2020, kemudian angka 33,8 bilion USD atau Rp 510 triluin. Dari Rp30 triliun jad1 Rp510 triliun,” ujarnya.

Saat mendapatkan Rp30 triliun, lanjut Jokowi, negara juga memperoleh royalti serta biaya ekspor.

“Kemudian saat Rp510 kita juga dapat royalti, Pbh badan, pajak karyawan, biaya ekspor dapet.”

“Untuk perusahaan ya urusan sana. Tapi kita dapet penerimaan negara dari itu, pajak, royalti, biaya ekspor, misal kayak di Freeport kita dapet deviden juga,” ucapnya.

Pendapatan yang diperoleh negara tersebut, lanjut Jokowi, kemudian digunakan untuk dana desa, dana bantuan dan membangun infrastruktur.

“Kenapa Eropa ngambek dan bawa kita ke WTO? Karena nilai tambah dia bukan di sini, dia nggak mau, jadinya kita digugat, tapi kita lawan.”

Baca Juga: Sering Bahas Krisis Pangan hingga Energi, Jokowi: Bukan Nakuti, Tapi Cari Solusi

Jokowi juga menyebut bahwa Indonesia membutuhkan teknologi dan dana yang besar. Oleh sebab itu pemimpin ke depan harus memahami tentang hal ini.

“Kita butuh teknologi dan kita butuh dana yang besar. Tapi pemimpin kedepan harus paham tentang ini, berhitung dan ngecek ke lapangan.”

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU