Saksi Kasus Dugaan Korupsi BTS 4G Ngaku cuma Dapat Rp10 Juta, Hakim: Ndak Tega Juga Saya Tanya
Hukum | 12 September 2023, 13:06 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Hakim yang menangani kasus dugaan korupsi pengadaan BTS 4G BAKTI Kominfo mengaku tidak tega memeriksa saksi Suntoro, Direktur Operasional PT Ranbinet Digital Network.
Dalam sidang lanjutan kasus tersebut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (12/9/2023), Suntoro mengaku mendapatkan Rp10 juta dari pengadaan barang untuk PT IBS.
Namun, uang yang diperolehnya tersebut sudah dikembalikan.
Dalam persidangan, hakim menanyakan berapa yang diperoleh Suntoro dari kontrak senilai Rp1,7 miliar antara PT Ranbinet dan PT IBS.
“Dapat berapa dari Rp1,7 miliar?” tanya hakim.
“PT Ranbinet dapat Rp53 juta, Pak Don Henry dapat Rp160 juta. Saya sendiri dapat Rp10 juta aja,” jawab Suntoro.
Mendengar pernyataan dan kesaksian Suntoro itu, hakim tertawa.
Baca Juga: Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Baru di Kasus Korupsi BTS 4G Kominfo, Begini Peran Mereka
“Rp10 juta aja jadi saksi juga di sidang tipikor ya. Orang enak-enak, Pak, Rp28 miliar, Rp70 miliar, Saudara berapa dapat? Rp10 juta, duduk pula di sini,” jelasnya.
“Rp10 juta sudah dikembalikan juga ke penyidik?” lanjut hakim menanyakan.
“Sudah Yang Mulia,” kata Suntoro menjawab pertanyaan hakim sambil tertawa.
“Saya tanya lebih lanjut, ndak tega juga saya tanya saudara itu,” lanjut hakim.
Dalam keterangannya, Suntoro menjelaskan, ia merupakan Direktur Operasional PT Ranbinet.
Sementara, komisaris perusahaan tersebut adalah istri terdakwa Yohan Suryanto.
“Komisarisnya istri Pak Yohan Suryanto, Maulia Sofa. Pak Yohan sebagai direktur utama,” katanya.
Perusahaan tersebut, kata Suntoro, merupakan suplayer komputer dan barang yang berhubungan dengan IT.
Dalam proyek pengadaan BTS 4G Kemenkominfo tahun 2021, PT Ranbinet Digital Network merupakan salah satu suplayer untuk PT IBS.
“Sebagai suplayer PT IBS. Bukan konsultan. Suplayer dan kontraktor pengerjaan installment systemnya. Disubkan oleh IBS ke Ranbinet. Ada kontraknya dan ada PO nya,” ujarnya.
“Yang bertanda tangan kontrak antara direktur di IBS dan Pak Suryanto, untuk pengadaan network monitoring system (NMS),” tuturnya.
Total nilai kontrak dari pekerjaan tersebut menurut Suntoro sebesar Rp1,7 miliar, yang terdiri dari enam PO.
Kontrak tersebut untuk pengerjaan paket empat dan lima di papua.
“Saya sub barangnya berupa server, operating system, dan aplikasi softwarenya,” katanya.
“Kami monitor di kontrak itu untuk 100 BTS. Tapi kapasitasnya bisa monitor sampai 2 ribu sebenarnya. Jadi kontrak kami 100 saja, berikutnya IBS sendiri yang mengerjakan karena udah termasuk training,” urainya.
Baca Juga: Tersangka Yusrizki Disebut Kembalikan Rp56,4 Miliar saat Kejagung Mulai Usut Korupsi BTS 4G Kominfo
Nantinya, lanjut Suntoro, setelah pekerjaan mereka selesai, operasionalnya diserahkan pada PT IBS.
Saat hakim menanyakan, apakah pekerjaan mereka selesai, Suntoro menyebut pekerjaan itu sudah diselesaikan pada November 2021.
“Sebenarnya kami di September itu sudah selesai, tapi karena keterlambatan nyalanya yang kita monitor itu selesai di November tahun 2021,” katanya.
“Kita pasang server cuma di Jakarta saja, server bentuknya,” tegasnya.
Dalam persidangan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung menghadirkan tujuh saksi.
Ketujuhnya adalah Suntoro selaku Direktur PT Ranbinet Digital Network, Don Henri seorang kayawan PT Abimata Citra Abadi Jamuri, pensiunan PNS, Ketua Koperasi Usaha Sejahtera Optimis.
Selanjutnya, Victorio William Robert Pangerapan selaku Direktur PT Sahabat Makna Sejati (subkon), Adrian Kosasih Teja Kusuma selaku Direktur Utama PT Transformer Jaya Indonesia (subkon), William Lienardo selaku Direktur PT Exelsia Mitra Niaga Mandiri (suplayer), dan Jayadi Susanto selaku Direktur PT Duta Hita Jaya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV