Duduk di Samping Joe Biden, Jokowi Sebut Pendanaan Negara Maju untuk Transisi Energi Hanya Retorika
Politik | 9 September 2023, 21:45 WIBNEW DELHI, KOMPAS.TV - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, komitmen pendanaan dari negara maju untuk transisi energi hijau di negara berkembang masih sebatas retorika.
Padahal, negara berkembang sangat membutuhkan dana tersebut untuk membangun ekosistem energi baru dan terbarukan.
"Komitmen pendanaan negara maju masih sebatas retorika dan di atas kertas, baik itu pendanaan climate USD 100 miliar per tahun, maupun fasilitas pendanaan loss dan damage,” kata Jokowi dalam KTT G20 di New Delhi, India, Sabtu (9/9/2023).
“Kami negara berkembang, sangat ingin mempercepat penurunan emisi, tapi kami butuh dukungan untuk alih teknologi dan untuk investasi hijau,” tambahnya.
Baca Juga: Hadiri KTT G20 di New Delhi, Jokowi Ajak Pemimpin Negara Lakukan Aksi Nyata Lindungi Bumi
Jokowi menyampaikan, suhu Bumi saat ini semakin panas. Ia pun memaparkan sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi peningkatan suhu Bumi yang diprediksi akan terus meningkat dalam lima tahun ke depan.
“Bumi kita tengah sakit. Pada bulan Juli lalu, suhu dunia capai titik tertinggi dan diprediksi akan terus naik dalam lima tahun ke depan. Ini akan sulit ditahan, kecuali dunia mengadangnya secara masif dan radikal,” tuturnya.
Jokowi menyebut, percepatan transisi ekonomi rendah karbon menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan. Presiden menilai, hingga saat ini, pelaksanaan penurunan emisi masih sangat terbatas. Penyebabnya adalah pendanaan yang kurang.
Baca Juga: Jokowi Ucapkan Belasungkawa untuk Ratusan Korban Gempa Maroko
Ia mengatakan, kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta harus dilanjutkan, karena dapat menjadi pembawa perubahan yang besar untuk menurunkan emisi.
“Tahun lalu di Bali, Indonesia telah menginisiasi G20 Bali Global Blended Finance Alliance, skema Just Energy Transition Partnership (JETP) ini harus diperluas dan diperbesar,” ungkap Jokowi dikutip dari keterangan resmi Sekretariat Kabinet.
Untuk itu, dibutuhkan standar global seperti dalam hal pengelompokan kegiatan ekonomi dan bisnis untuk mencegah praktik greenwashing, praktik pemasaran yang mencitrakan ramah lingkungan, namun tak benar-benar melakukan kegiatan yang berdampak bagi kelestarian lingkungan.
“Dibutuhkan standar global, seperti taksonomi untuk mencegah praktik greenwashing dan reformasi Bank Pembangunan Multilateral (MDB) harus merefleksikan representasi negara-negara anggotanya,” jelasnya.
Baca Juga: IKN bakal Punya Terowongan Bawah Laut seperti di Busan, Mulai Dibangun setelah 2024
Dalam forum tersebut, Jokowi duduk di antara Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan PM India Narendra Modi.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengajak para pemimpin negara G20 untuk melakukan aksi nyata dalam melindungi kelestarian Bumi.
“Kita semua harus walk the talk, because we only have one earth (melakukan yang diucapkan, karena kita hanya punya satu Bumi),” ucapnya.
“One earth, for every body. One earth, for us and for our future generation (Satu Bumi, untuk semua orang. Satu Bumi, untuk kita dan generasi masa depan kita),” imbuhnya.
Baca Juga: Cerita Luhut Selalu Teringat Pesan Sang Cucu Setiap Membuat Kebijakan
Kepala Negara menuturkan bahwa Indonesia telah melakukan sejumlah aksi nyata untuk melindungi Bumi, antara lain melalui upaya menekan deforestasi hingga restorasi mangrove.
“Indonesia di tahun 2022, telah turunkan emisi 91,5 juta ton. Laju deforestasi ditekan hingga 104 ribu hektare. Hutan dan lahan direhabilitasi seluas 77 ribu hektare dan mangrove direstorasi seluas 34 ribu hektare,” paparnya.
Penulis : Dina Karina Editor : Vyara-Lestari
Sumber :