> >

Kronologi Sengketa Lahan Hotel Sultan, HGB Diberikan Sejak Era Ali Sadikin

Hukum | 8 September 2023, 15:05 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD usai rapat terkait sengketa lahan Hotel Sultan bersama Kapolri, Menteri ATR/Kepala BPN, dan Pengelola Komplek GBK di Jakarta, Jumat (8/9/2023). (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) menyesalkan tindakan PT Indobuildco milik pengusaha Pontjo Sutowo yang belum juga mengosongkan lahan seluas 13 hektar di kawasan GBK Senayan.

Anggota Tim Kuasa Hukum PPK GBK Chandra Hamzah mengatakan, lahan itu awalnya dibebaskan negara menggunakan uang negara selama periode 1959 sampai 1962.

Kemudian Indobuildco diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1979. Namun HGB nya habis pada April 2023 lalu.

“Indobuildco punya HGB disana bukan dengan pembebasan lahan. Mereka punya HGB atas izin Gubernur DKI Jakarta saat itu yaitu Ali Sadikin salama 30 tahun untuk pakai tanah dan bangun hotel,” kata Chandra di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (8/9/2023).

Ia menjelaskan, saat itu Ali Sadikin mewajibkan Indobuildco membangun Balai Sidang Jakarta  dan membayar royalti kepada negara sebagai syarat pemberian HGB. Namun uang yang dipakai membangun Balai Sidang Jakarta, termasuk Jakarta Convention Center (JCC) ternyata bukan uang Indobuildco.

“Balai Sidang atau yang kita kenal JCC itu dibangun Indobuildco ternyata pakai uang Pertamina,” ujar mantan Wakil Ketua KPK ini.

Baca Juga: Mahfud MD Minta PT Indobuildco Patuhi Putusan PTUN Jakarta terkait Hotel Sultan

Chandra mengatakan, Indobuildco tetap menggunakan kawasan Hotel Sultan padahal sudah tidak berhak sejak April 2023.

“HGB Maret, April 2023 itu sudah habis. Nah sejak April itu dikomersialisasikan, mengambil untung terhadap aset negara. Silakakan rekan-rekan simpulkan sendiri,” ucapnya.

Anggota Tim Kuasa Hukum PPK GBK lainnya, Saor Siagian meminta PT Indobuildco dan seluruh pihak untuk membantu proses pengembalian lahan tersebut sebagai aset negara. Pasalnya, sampai saat ini masih ada sejumlahpihak yang mencoba menghalang-halangi.

“Kami minta siapapun untuk membantu dan kooperatif. Masih ada pejabat yang mencoba menghalang-halangi. Demi hukum, ini ada konsekuensinya,” ujar Saor.

Awal mula gugatan

Mengutip laporan Kompas.id, gugatan PT Indobuildco (pengelola Hotel Sultan) atas Badan Pertanahan sudah muncul sejak 2006 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Baca Juga: Menang Lawan Pengusaha Pontjo Sutowo, Setneg akan Kelola Sendiri Hotel Sultan di Kawasan GBK

Waktu itu, yang menjadi pokok persolan adalah sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki Indobuildco dan Surat Keputusan Hak Pengelolaan yang diterbitkan BPN. Keduanya terkait lahan yang sama yakni di kawasan GBK, tempat berdirinya Hotel Sultan.

Indobuildco adalah perusahaan yang dimiliki keluarga almarhum Ibnu Sutowo, mantan Direktur Utama PT Pertamina, didirikan pada Januari 1971.

GBK memang tak lepas dari penyelenggaraan Asian Games. Bila revitalisasi GBK sepanjang 2016-2018 dilakukan untuk perhelatan Asian Games 2018, Presiden Soekarno membangun GBK awalnya juga karena Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Asian Games IV tahun 1962.

Saat itu, tanah pun dibebaskan Yayasan Gelora Senayan yang diketuai Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dana negara digunakan untuk membebaskan tanah rakyat di kawasan Senayan itu. Sayangnya, tanah yang dibebaskan tidak segera dibuat sertifikat.

Menjelang konferensi internasional terkait pariwisata sekitar 1973, dibangun gedung konferensi dan hotel bertaraf internasional. PT Indobuilco menjadi perusahaan yang diberi tugas oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk melakukannya. Pemberian HGB di lahan seluas 13,7 hektare untuk jangka waktu 30 tahun pun terbit melalui Surat Keputusan Mendagri.

Setelahnya, Kantor Subdirektorat Agraria Jakarta Pusat (kini Kantor Pertanahan Jakarta Pusat) menerbitkan sertifikat HGB. Jangka waktu 30 tahun terhitung 13 September 1973 hingga 4 Maret 2003.

Adapun sertifikat atas nama Indobuildco itu dipecah menjadi dua, yakni HGB nomor 26 seluas 57.120 meter persegi dan HGB nomor 27 seluas 83.666 meter persegi.

Baca Juga: Wapres AS Kamala Harris Puji Gala Dinner KTT ASEAN, Ini Respons Wishnutama

BPN kemudian menerbitkan Surat Keputusan tentang Pemberian Hak Pengelolaan kepada Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno tahun 1989. SK tersebut memasukkan tanah HGB nomor 26 dan 27.

Sebelum habis masa pakai HGB, Indobuildco mengajukan permohonan perpanjangan HGB pada 10 Januari 2000. Kepala Kanwil BPN DKI menerbitkan SK Perpanjangan HGB pada 13 Juni 2002, jangka waktunya 20 tahun terhitung 4 Maret 2003.

Penerbitan HGB ini tanpa rekomendasi dari Badan Pengelola Gelora Senayan. Akibatnya, sengketa pun terjadi dan berlarut-larut.

Perpanjangan HGB ini dinilai merugikan negara sampai Rp 1,93 triliun. Perkara korupsi pengelolaan aset Gelora Senayan pun disidik Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sejak 27 Oktober 2005.

Adapun status hak pengelolaan lahan digugat Indobuildco pada 2006 mulai dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. BPN, Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno, Kejaksaan Agung, Kanwil BPN DKI Jakarta, Kantor Pertanahan Jakarta Pusat menjadi tergugat.

PN Jaksel memenangkan Indobuildco dan HGB dinyatakan sah berdasarkan hukum, sedangkan SK BPN tentang hak pengelolaan dinyatakan cacat hukum.

Baca Juga: Bersiap Hadapi Pemilu 2024, PKB Berziarah ke Makam Para Wali

Sementara itu, hotel yang awalnya bernama Hotel Hilton berganti menjadi Hotel Sultan pada 23 Agustus 2006. Hal ini dilakukan setelah pemutusan kontrak dengan jaringan Hilton Internasional

Dalam upaya banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolaknya. Dalam vonis perkara nomor 262/PDT/2007/PT.DKI tanggal 22 Agustus 2007, Indobuildco masih dinyatakan menang.

Tergugat melanjutkan kasasi ke Mahkamah Agung. MA juga menolak kasasi. Upaya peninjauan kembali dilakukan sejak 2008 dan setelah empat kali, pemerintah memenangkannya.

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV, Kompas.id


TERBARU