Anies Singgung soal Penggunaan Wakanda dan Konoha saat Kritik Pemerintah: Tanda Demokrasi Tak Sehat
Politik | 29 Agustus 2023, 20:33 WIBDEPOK, KOMPAS.TV - Bakal calon presiden yang diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan menyinggung kerapnya warganet menggunakan nama "Wakanda" dan "Konoha" untuk membicarakan Indonesia di media sosial. Hal tersebut disampaikan Anies saat berbicara dalam Kuliah Kebangsaan FISIP UI di Depok, Jawa Barat, Selasa (29/8/2023).
Kata "Wakanda" dan "Konoha" umumnya muncul saat masyarakat mengkritik pemerintah Indonesia di media sosial. Anies menyebut fenomena penggantian nama itu menunjukkan ketakutan publik saat memberikan kritik.
Baca Juga: Anies Paparkan Bedanya Sistem Demokratik dan Nondemokratik di UI: Rezim Otoriter Gunakan Rasa Takut
"Ini yang sekarang sering kali menjadi masalah. Karena kita menyaksikan di sosial media, banyak sekali yang kalau mau menulis itu nyebutnya Konoha, Wakanda gitu," kata Anies, Selasa (29/8/2023).
"Ini menunjukkan ada self-censorship. Ini tanda-tanda tidak sehat," sambungnya.
Kenapa warganet sebut Indonesia dengan Wakanda dan Konoha?
Wakanda dan Konoha sendiri merupakan negeri fiktif yang dikenal masyarakat Indonesia berkat populernya serial Marvel Cinematic Universe dan Naruto.
Negeri Wakanda populer usai film Black Panther dan Black Panther 2: Wakanda Forever. Dalam semesta sinematik marvel, Wakanda dikisahkan sebagai negara yang sangat maju di Afrika.
Sementara itu, dalam serial Naruto, Konoha diceritakan sebagai desa ninja yang kuat dan subur. Konoha dikenal sebagai desa ninja paling stabil dibanding desa-desa ninja yang lain.
Warganet juga kerap mencocokkan lini masa kepemimpinan pemimpin Konoha (hokage) dengan pemimpin Indonesia. Konoha memiliki tujuh hokage sepanjang sejarah, seperti jumlah presiden RI sejauh ini.
Tanda demokrasi tidak sehat
Anies Baswedan menyebut maraknya pemakaian nama tempat lain untuk mengkritik pemerintahan sendiri menunjukkan tanda demokrasi yang tidak sehat. Pasalnya, penggunaan nama-nama ganti itu menunjukkan ketakutan masyarakat saat menyampaikan kritik.
"Ada dua sistem di dunia ini, demokratik dan non-demokratik. Yang non-demokratik, pilarnya adalah fear, rasa takut. Yang demokratik, pilarnya adalah trust (percaya)," kata Anies.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyatakan, negara demokratis mengandalkan kebebasan dan keterbukaan. Sedangkan rezim otoriter di negara non-demokratis mengandalkan rasa takut untuk mengeksekusi kebijakannya.
"Karena itu, perhatikan, rezim-rezim otoriter pasti mengandalkan rasa takut untuk menjalankan kekuasaannya. Begitu rasa takut itu hilang, rezimnya tumbang," kata Anies.
"Kalau ada pasal-pasal dalam undang-undang yang mengganggu kebebasan berekspresi, sudah seharusnya itu direvisi dan harus bisa melindungi kebebasan berekspresi. Bukan malah menghalangi kebebasan berekspresi," pungkasnya.
Baca Juga: Berbicara di UI, Anies Singgung Konoha dan Wakanda: Ini Menunjukkan Ada Self-Censorship
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV