Terburuk Kelima di Dunia, Ini Dampak Polusi Udara di DKI Jakarta Bagi Tubuh dan Kesehatan
Peristiwa | 21 Agustus 2023, 08:33 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kualitas udara di DKI Jakarta tergolong "tidak sehat" sebagaimana pantauan IQAir, Senin (21/8/2023). Bahkan, Jakarta menempati peringkat kelima sebagai kota dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia per 06.30 WIB.
Indeks kualitas udara DKI Jakarta mencapai 162 AQ US dengan polutan utama PM2.5. Konsentrasi PM2.5 mencapai 77 mikrogram per meter kubik udara.
Peringkat teratas diduduki oleh Doha, Qatar, yang memiliki indeks 182. Disusul oleh Seattle, Amerika Serikat, dengan indeks 178, dan Lahore, Pakistan, yang memiliki indeks 167.
Baca Juga: Kualitas Udara Jakarta Pagi Ini Tergolong "Tidak Sehat", Terburuk Ke-5 Sedunia
Faktor utama penyebab polusi udara di Jakarta adalah tingginya konsentrasi Particulate Matter (PM) 2.5. Bahkan, tingkat konsentrasi PM2.5 di Jakarta mencapai 14,6 kali lipat dari batas nilai yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dampak Polusi Udara Jakarta
Dalam hal kesehatan, Profesor Agus Dwi Susanto, pakar kesehatan paru-paru dari Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa konsentrasi polutan yang dianggap aman berada di bawah 15 mikrogram per meter kubik.
Hal ini sesuai dengan nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization).
Baca Juga: WFH Bagi Karyawan Swasta di Jakarta Bersifat Imbauan, Pj Gubernur Heru Budi: Atur Masing-masing
PM2.5 dapat mengganggu saluran napas, berpotensi membawa virus, dan meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Sementara Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Muhammad Syahril merekomendasikan penggunaan masker untuk menghadapi polusi udara di Jakarta.
Masker yang efektif adalah yang memiliki kemampuan filtrasi PM2.5 di atas 50 persen.
Masker N95 dan KN95 termasuk dalam kategori ini. Masker bedah masih memiliki filtrasi PM2.5 sekitar 50 persen, sedangkan masker kain tidak direkomendasikan karena partikel PM2.5 dapat menembus permukaan masker kain.
"Kalau masker kain, tidak direkomendasikan," kata Syahril dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Sebagian ASN di Jakarta Wajib WFH Mulai Hari Ini Demi Tekan Polusi Udara, Begini Kata PJ Gubernur
Polusi Udara Bersifat Toksik
Syahril menjelaskan bahwa polusi udara mengandung oksidan yang bersifat toksik.
Indeks kualitas udara di atas 150 dapat menyebabkan masalah kesehatan akut seperti iritasi mata, inflamasi, dan gangguan pada saluran napas.
Risiko jangka panjang termasuk gangguan kardiovaskular. Orang dengan asma atau penyakit paru-paru kronik berisiko lebih tinggi.
Baca Juga: Prakiraan Cuaca DKI Jakarta Hari Ini Senin 21 Agustus 2023: Cerah hingga Berawan
"Nah yang bahaya itu bagi saluran nafas, karena udara itu kan dihirup," ujarnya.
Masker diperlukan karena dapat menyaring udara yang kotor.
Namun, penggunaan masker harus tepat, terutama di luar rumah atau di lingkungan berpolusi.
Penggantian masker disarankan, masker N95 dan KN95 bisa digunakan selama 2-3 hari, sementara masker bedah sebaiknya diganti setiap hari.
Penulis : Danang Suryo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV