Mengenang 121 Tahun Mohammad Hatta (II): Berjuang dan Dibuang
Humaniora | 12 Agustus 2023, 06:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Hari ini, 12 Agustus merupakan hari kelahiran ke-121 Mohammad Hatta. Sang pejuang dan pendiri bangsa ini, menorehkan sejarah yang pantas menjadi teladan terutama dalam memimpin. Sebagai pemimpin Hatta merasakan pembuangan.
Perjuangan para pendiri bangsa lewat tulisan dan pidato berujung pada penangkapan bahkan pembuangan ke luar Jawa. Pada 1 Agustus 1933 Soekarno ditangkap yang diikuti larangan rapat dan sidang semua partai yang berhaluan nonkoperasi, seperti PNI, Partindo, PSII dan Permi.
Baca Juga: Selain Proklamasi, Ada 10 Pahlawan Nasional Lahir Agustus, dari Mohammad Hatta hingga Ibu Tien
Menurut penuturan Hatta, penangkapan kemudian meluas ke berbagai daerah. "Tak lama sesudah Soekarno ditangkap, berpuluh-puluh pemimpin besar dan kecil juga ditangkap," tuturnya dalam autobiografinya, "Untuk Negeriku, Berjuang dan Dibuang" (Penerbit KOMPAS, 2011).
Dalam tulisannya di "Daulat Ra'yat" No 10 Tanggal 20 Agustus 1933, Hatta melukiskan kondisi bangsanya yang berada di bawah penjajahan kolonial. "Zaman sekarang adalah zaman konjuntur naik bagi kaum reaksioner di seluruh dunia dan konjungtur turun bagi segala pergerakan kerakyatan dan kemerdekaan," tulisnya. Tulisan-tulisannya yang tajam mengkritik pemerintah kolonial itu membuatnya harus merasakan pembuangan.
Pada 25 Februari 1934, Hatta ditangkap bersama Sjahrir. Hatta dibawa ke penjara Glodok sementara Sjahrir ke Cipinang. Pada September tahun yang sama, Hatta dibuang ke Boven Digul, tempat pembuangan para pembangkang Belanda yang terkenal dengan malarianya.
Pada Januari 1935 menggunakan kapal KPM Melchior Treub, Hatta dibuang ke Digul. Rupanya, di tempat pembuangan pun Hatta tak kehilangan daya untuk membagi waktu sehari-hari. Mulai dari bangun pagi hingga membaca buku. "Biasanya aku belajar pagi-pagi sampai Pukul 11.00 atau 11.30. Sesudah itu aku bekerja di dapur, menanak nasi dan merebus sayur-sayuran."
Tak lama di Digul, pada November 1935, Hatta dipindahkan ke Banda Naira, Maluku bersama Sjahrir. Di sinilah Hatta bertemu dengan Iwa Koesoema Soemantri, yang kemudian menjadi sahabatnya sampai akhir hayat. Hatta pun bertemu dengan dokter Tjipto Mangoenkoesoemo bahkan menjalin persahabatan dengan keluarganya.
Baca Juga: Kisah Mohammad Hatta Zaman Kolonial, Diasingkan dan Pindah ke "Rumah Setan" tanpa Diganggu
Setelah melewatkan beberapa tahun di pembuangan, pada Januari 1942 Hatta dipulangkan ke Jawa, tepatnya ke Sukabumi, Jawa Barat. "Di Sukabumi kami dibawa ke sekolah polisi. Dalam pekarangan sekolah polisi itu, di sebelah kirinya ada sejejer rumah inspektur polisi, kira-kira 6X2 banyaknya."
Di Sukabumi, Hatta masih tetap dalam pengawasan Belanda. Hatta bebas berkeliling kota, namun harus memberitahukan kepada petugas. Di negerinya sendiri, dia diawasi.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV