Politikus Gerindra Kritik Harga Elpiji 3 Kg di Indonesia Kian Meroket, Bandingkan dengan Malaysia
Politik | 7 Agustus 2023, 22:00 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Politikus Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono mengkritik penetapan harga elpiji 3 Kg di luar Pulau Jawa yang kian meroket.
Ia mengatakan, berdasarkan informasi yang beredar, gas elpiji 3 Kg di sebagian besar luar Jawa bisa mencapai Rp40.000. Misalnya di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan dan Kutai, Kalimantan Timur.
Sebagai penghasil gas terbesar di Asia, ia menduga ada pihak tertentu yang menginginkan masyarakat tetap menggunakan gas elpiji yang harganya bisa dipermainkan.
Baca Juga: Pengusaha Laundry dan Restoran Diimbau Tak Gunakan Elpiji 3 Kg
"Saat ini harga Gas Elpiji 3 Kg tabung melon HET (harga eceran tertinggi) sudah mencapai Rp25.000 di tahun 2023, padahal di tahun 2014 HET elpiji 3 Kg masih berada di Rp13.500, berarti terjadi kenaikan 85% selama kurun waktu tidak lebih dari 10 tahun. Ini tidak masuk akal!" kata pria yang karib disapa BHS itu kepada wartawan, Senin (7/8/2023).
Ia menyebut Pertamina sebagai penyuplai gas elpiji dan bahan bakar secara monopoli mendapatkan subsidi pemerintah berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) dari APBN sebesar Rp82,3 triliun di tahun 2023, seharusnya suplai elpiji ke seluruh Indonesia tidak boleh terkendala dari sisi biaya.
"Apalagi saat ini juga ada Tol Laut yang bisa digunakan untuk pengiriman elpiji menjadi jauh lebih murah. Seharusnya tidak boleh ada disparitas harga di Jawa dan luar Jawa," ungkapnya.
Bambang menjelaskan, elpiji 3 Kg ini banyak digunakan oleh pelaku usaha mikro kecil yang di Indonesia berjumlah sekitar 25 juta orang dan dikonsumsi masyarakat menengah ke bawah yang berjumlah sekitar 110 juta di Indonesia.
Hal ini sangat memberatkan rakyat kecil dan bahkan untuk masyarakat menengah ke atas pun mereka diberikan beban penggunaan elpiji isi ulang 5,5 Kg dengan harga sekitar Rp110.000 rupiah dan 12 Kg sebesar Rp240.000.
"Berbeda dengan di Malaysia harga elpiji isi ulang 12 Kg sebesar 25,8 ringgit atau setara dengan Rp90.300 di Kota Kuala Lumpur, Perak, Pulau Pinang, Terengganu, Pahang, dan lain lain."
"Bahkan harga di Malaysia bagian Pulau Kalimantan di Kota Kinabalu dan Serawak sampai ke pelosok-pelosok harganya berbeda tidak lebih dari 1 ringgit. Sehingga hampir dikatakan harga adalah sama di seluruh wilayah Malaysia sampai ke pedalaman," kata BHS.
Bambang menambahkan, padahal Malaysia juga mengimpor gas elpiji dari negara yang sama dengan Indonesia yaitu dari Amerika Serikat, Arab Saudi, Qatar, Anggola, Kuwait dan Singapura.
"Di Malaysia tabung elpiji 16 Kg hanya digunakan oleh UMKM atau usaha mikro makanan di kedai-kedai kecil di pasar tradisional termasuk pedagang kaki lima yang ada di Malaysia."
"Sedangkan untuk semua pemukiman rakyat di Malaysia sampai ke pelosok sudah teraliri dengan jaringan gas 100 persen dengan harga yang jauh lebih murah dari penggunaan elpiji dan bahkan mendekati gratis hanya membayar service charge saja dengan penggunaan gas yang tidak dibatasi," imbuhnya.
Sementara di Indonesia, hampir 100 persen pemukiman masih belum difasilitasi jaringan gas, sehingga mereka harus menggunakan tabung elpiji untuk kebutuhan rumah tangganya.
Menurutnya, jaringan gas yang sudah dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda hanya masuk ke sebagian besar perumahan perumahan di kota kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan.
Namun, kini sudah tidak difungsikan dan bahkan jaringan gas saat ini di Indonesia baru menjangkau tidak lebih dari 1 persen jumlah rumah penduduk di Indonesia.
Baca Juga: Tak Cuma Gas Elpiji 3 KG, Polisi juga Amankan Ratusan Jeriken Berisi Pertalite dan Solar!
"Ini yang sangat Ironis manajemen pertamina dan PGN di bawah Kementerian BUMN dan ESDM termasuk bisa dikatakan gagal dalam menyediakan jaringan gas ke perumahan-perumahan dan industri di Indonesia yang tentu berdampak sangat besar terhadap ekonomi di Indonesia."
"Dan lebih menyedihkan lagi keberadaan tabung elpiji 3 Kg yang harganya sudah seperti tidak subsidi lagi itupun sulit didapat di daerah daerah sehingga tentu akan berdampak terhadap ekonomi yang sangat besar dan sangat merugikan masyarakat," tandas dia.
Penulis : Fadel Prayoga Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV