> >

Update Polisi Tembak Polisi, Terungkap Komunikasi Terakhir Bripda IDF dengan Pelaku

Hukum | 2 Agustus 2023, 16:05 WIB
Ilustrasi jenazah. (Sumber: Pixabay)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Jajang, pengacara pihak keluarga mendiang Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (IDF), anggota Densus 88 Antiteror Polri yang meninggal tertembak oleh seniornya, menjelaskan komunikasi terakhir korban dengan pelaku.

Menurut Jajang, komunikasi terakhir antara korban dengan seniornya tersebut terungkap saat gelar perkara kasus kematian Bripda IDF, yang juga dihadiri oleh dirinya dan keluarga Bripda IDF.

Jajang menyebut dalam gelar perkara, terungkap bahwa Bripda IDF masuk ke kamar saksi AN karena dipanggil oleh tersangka yang menembaknya, Bripda IMS.

"Pelaku meminta korban datang dengan kalimat bernada kasar, 'sini kau'. Kemudian korban IDF datang ke kamar tersebut," ujar Jajang, Rabu (2/8/2023). 

Jajang menyebut ada dugaan  senjata api (senpi) sudah disiapkan oleh pelaku di dalam tas, sehingga tinggal dikeluarkan dari tas dan ditembakkan ke arah Bripda IDF.

Baca Juga: Keluarga Bripda IDF akan Buat Laporan ke Bareskrim soal Dugaan Pembunuhan Berencana

Ia meyakini bahwa kasus meninggalnya Bripda IDF tersebut bukan merupakan kelalaian, melainkan  adanya perencanaan pembunuhan.

"Kalau ada yang menyimpulkan karena faktor kelalaian, berarti mereka sudah ada niat menutup-nutupi perkara pembunuhan ini," ucapnya.

Jajang menekankan bahwa mereka akan tetap pada pendirian yaitu ada dugaan kuat unsur kesengajaan dan perencanaan dalam kematian Bripda IDF.

Ia kemudian  mempertanyakan letak unsur kelalaian jika pelaku memang menembakkan senpi ke arah Bripda IDF.

"Kok masih saja bersikukuh menyimpulkan kelalaian sih? Sadar enggak mereka itu anggota Densus 88 Antiteror, pasukan elite Polri. Kok lalai terus sih narasinya?" tambah Jajang.

Bahkan,  Jajang mengklaim Bripda IDF sudah merasa terintimidasi oleh seniornya sejak awal tahun 2023.

Mengenai kabar tentang senjata api ilegal, Jajang berpendapat pihak penyidik tidak membantahnya, sebab, senpi yang digunakan pelaku untuk menembak Bripda IDF adalah senpi ilegal dan beredar di lingkungan Polri.

"Dan salah satu tujuan kedatangan pelaku IMS ke flat saksi AN adalah melakukan transaksi senpi tersebut. Itu diakui oleh penyidik," jelasnya, dikutip Kompas.com.

Sementara Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti yang juga menghadiri gelar perkara mengatakan pihak kepolisian memberi kesempatan pada keluarga Bripda IDF untuk menanyakan sejumlah hal.

Menurut Poengky, keluarga Bripda IDF bertanya kepada polisi apakah ada unsur perencanaan pembunuhan dalam kematian anak mereka.

"Dalam gelar perkara kemarin, keluarga korban dan para pengacaranya diberikan kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang dianggap sebagai ganjalan, termasuk apakah ada perencanaan pembunuhan, ataukah ada kesengajaan tersangka untuk melakukan pembunuhan," ujar Poengky.

Baca Juga: Propam Polri Bakal Gelar Sidang Etik untuk IMS dan IG di Tersangka Kasus Penembakan Bripda IDF

Pertanyaan dari keluarga Bripda IDF itu, lanjut Poengky, bisa dijawab melalui hasil penyidikan yang didukung scientific crime investigation.

Menurutnya, dari pengakuan saksi dan tersangka,  tidak ada niat membunuh Bripda IDF, seperti yang dicurigakan oleh pihak keluarga.

"Antara lain tidak ada perencanaan pembunuhan. Karena dari bukti-bukti komunikasi, CCTV, serta keterangan-keterangan para saksi dan keterangan tersangka, ternyata tidak ada niat untuk merencanakan pembunuhan," tuturnya.

Sejauh ini, kata Poengky, Kompolnas melihat penyidikan kasus kematian Bripda IDF sudah berjalan dengan profesional, transparan, dan akuntabel.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas.com


TERBARU