> >

Gerindra Sebut Tak Semua Masyarakat Percaya Prabowo Langgar HAM pada 1998

Rumah pemilu | 28 Juli 2023, 16:18 WIB
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tiba di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/6/2023) sore. Prabowo mengaku dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Sumber: Antara)

JAKARTA, KOMPAS TV - Juru bicara Partai Gerindra bidang hak asasi manusia (HAM) dan konstitusi, Munafrizal Manan, mengatakan tak semua masyarakat Indonesia percaya ketua umumnya, Prabowo Subianto, melakukan pelanggaran HAM pada 1998 lalu. 

Ia menjelaskan, indikasi itu terlihat dalam dua kali pilpres di mana Prabowo meraup perolehan suara yang besar. 

"Buktinya Prabowo Subianto didukung rakyat sebanyak 62.576.444 suara (46,85 persen) dalam Pilpres 2014 dan sebanyak 68.650.239 (44,50 persen) suara dalam Pilpres 2019," kata Munafrizal, Jumat (28/7/2023), seperti dikutip dari Antara

Baca Juga: Gerindra Percaya Diri & Klaim Akan Ada 5 Anggota Baru yang Gabung Koalisi! Partai Mana Saja?

Ia menilai peristiwa 1997 atau 1998 tidak terlepas dari kompleksitas sejarah. Oleh sebab itu, dirinya mendorong agar setiap pihak menilai sejarah secara proporsional.

"Mari hentikan segala ujaran kebencian, rasa permusuhan, dan benih perpecahan. Kita harus senantiasa menjaga perdamaian dan persatuan RI yang sangat besar, kaya, dan indah ini, yang memiliki potensi menjadi negara maju dan makmur pada masa depan," kata Munafrizal.

Selain itu, kata dia, nilai-nilai HAM terlalu mulia untuk dijadikan sekadar komoditas politik. 

"Menggunakan isu HAM untuk tujuan kepentingan politik pemilihan presiden justru merendahkan marwah hak asasi manusia itu sendiri. Nilai-nilai HAM terlalu mulia untuk sekadar dijadikan sebagai komoditas politik," kata dia.

Menurut dia, menuduh seseorang sudah pasti bersalah tanpa adanya putusan lembaga peradilan yang sah, merupakan perbuatan yang justru mencederai prinsip HAM.

"Semakin isu HAM dipolitisasi untuk kepentingan politik, semakin menimbulkan sikap antipati di kalangan publik luas."

"Semakin isu HAM diperdebatkan, ternyata semakin menjauh dari upaya menemukan penyelesaian final terbaik bersama yang berkeadilan untuk semua," ujarnya.

Dia menyebut pelanggaran HAM yang berat merupakan domain hukum, sehingga harus berdasarkan pada fakta dan bukti yuridis yang sangat kuat. 

Dalam hukum pidana, sambung Munafrizal, pembuktian hukum tidak boleh ada keraguan sedikit pun atau beyond reasonable doubt.

Baca Juga: Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Aceh Bukan Karena Tahun Politik

"Apalagi yang tidak beralasan, dan juga pembuktian hukumnya harus lebih terang daripada cahaya, sehingga kebenaran materiil hukumnya tak terbantahkan," katanya.

 

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Antara


TERBARU