Kisah Keluarga Tionghoa Melahirkan Para Bupati di Tanah Jawa
Humaniora | 19 Juli 2023, 14:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Han Hien Siong adalah orang Tionghoa yang ikut dalam pemberontakan di Batavia alias Jakarta pada tahun 1740.
Usai pemberontakan yang menewaskan ratusan orang itu, Han melarikan diri ke Rajegwesi (Bojonegoro). Di sini dia menjadi dukun sekaligus hidup sebagai orang Jawa dan Islam.
Baca Juga: Haji Masagung Pendiri TB Gunung Agung, Tionghoa Nasionalis Sahabat Para Pejuang Kemerdekaan
Sejarawan Ong Hok Ham dalam bukunya, "Riwayat Tionghoa Peranakan" (Penerbit Komunitas Bambu) menyebutkan, kala itu anak Tumenggung Bojonegoro sakit dan tidak ada yang bisa menyembuhkan.
Tumenggung kemudian membuat sayembara barang siapa yang bisa menyembukan anaknya akan dijadikan menanti. Dan lelaki beruntung itu adalah Han Hien Siong. Tapi, kata Ong, sukar untuk mengetahui kebenaran berita ini.
"Yang pasti, anak Tumenggung Bojonegoro menikah dengan orang Tionghoa."
Dari pernikahan ini, lahirlah lima anak. Satu di antaranya bernama Muchsin. Ketika dewasa Muchsin bekerja pada residen Rembang Hendrik Breton.
Ketika Breton diangkat sebagai gubernur pantai timur laut, Muchsin ikut naik pangkat sebagai rombo polisi (bupati) Panarukan, yang kala itu dikenal sebagai wilayah rampok dan begal.
Namun karena kepiawainnya, Muchsin menjadikan wilayahnya aman. Hal ini membuat nama Breton pun terangkat hingga diberi jabatan Raad van Indie.
Sayangnya Muchin tidak punya anak seperti juga Breton. Ketika meninggal pada 1776, kekayaan dan jabatannya jatuh ke tangan anak-anak kakanya yaitu Baba Sam dan Baba Midoen yang kemudian jadi bupati di Panarukan dengan gelar Tumenggung Adiwikromo.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV