> >

Demokrat dan PKS Tolak Pengesahan RUU Kesehatan Jadi Undang-undang, Ini Alasannya

Politik | 12 Juli 2023, 07:54 WIB
Foto ilustrasi.Unsur para tenaga kesehatan di 5 organisasi profesi kesehatan Tasikmalaya, Jawa Barat, berunjukrasa damai menolak pembahasan RUU Kesehatan yang dinilai merugikan tenaga medis di Kantor IDI Tasikmalaya, Senin (8/5/2023). (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna di DPR, Selasa (11/7/2023). Namun Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS menolak pengesahan ini.

Hal tersebut terungkap dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-29 Masa Sidang V Tahun 2022-2023 yang disiarkan secara langsung dan terbuka oleh DPR RI.

Dalam penjelasan Fraksi Partai Demokrat yang dibacakan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, setidaknya ada tiga alasan fraksinya menolak RUU Kesehatan tersebut untuk disahkan menjadi Undang-undang.

Baca Juga: Ibas Beberkan 2 Alasan Demokrat Tolak RUU Kesehatan: Alokasi Anggaran dan Liberalisasi Dokter Asing

“Dalam proses pembahasan RUU Kesehatan, Kami mencermati adanya sejumlah persoalan mendasar dari RUU Kesehatan ini. Untuk itu izinkan kami menyampaikan beberapa catatan penting dari Fraksi Partai Demokrat,” ujar Dede dalam rapat paripurna DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).

Pertama,  Kebijakan Pro Kesehatan yang telah ditetapkan minimal 5 persen dari APBN yang diamatkan dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono hendaknya dapat ditingkatkan jumlahnya.

Untuk itu Partai Demokrat telah mengusulkan dalam rapat Panja guna memperjuangkan peningkatan anggaran kesehatan atau mandatory spending di luar gaji dan penerima bantuan iuran atau PBE namun tidak setujui.

“Pemerintah justru menyetujui mandatoris spending kesehatan dihapuskan. Hal tersebut semakin menunjukkan kurangnya komitmen politik negara dalam menyiapkan kesehatan yang layak, merata di seluruh negeri dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat,” tambah Dede.

Padahal Fraksi Partai Demokrat menilai mandatory spending sektor kesehatan masih sangat diperlukan, dalam rangka menjamin terpenuhinya pelayanan kesehatan masyarakat.

Dalam rangka mencapai tingkat indeks manusia atau IPM yang dalam RPJMN tahun  2020-2024 telah ditetapkan sasaran mencapai 75,54 persen, namun hingga Tahun 2022 tingkat IPM baru mencapai 72, 91 persen.

Kedua, Demokrat menilai adanya indikasi liberalisasi tenaga kesehatan dan tenaga medis asing yang sangat berlebihan.  

Meskipun Fraksi Partai Demokrat tidak anti terhadap kemajuan dan keterbukaan tenaga asing, namun perlu mempertimbangkan kesiapan dan konsekuensi seperti pembiayaan dan dampak yang dikhawatirkan semua pihak.

Penulis : Iman Firdaus Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV, dpr.go.id


TERBARU