> >

MK Didesak Pertahankan Sistem Pemilu Terbuka dan Layak Tolak Gugatan Pemilu Tertutup, Ini Alasannya

Politik | 14 Juni 2023, 08:31 WIB
Mahkamah Konstitusi atau MK didesak untuk mempertahankan sistem pemilu terbuka, serta menolak Perkara Nomor 114/PUU/XX/2022 yang memohon sistem pemilu menjadi tertutup.(Sumber: Antara )

JAKARTA, KOMPAS TV - Mahkamah Konstitusi atau MK didesak untuk mempertahankan sistem pemilu terbuka, serta menolak Perkara Nomor 114/PUU/XX/2022 yang memohon sistem pemilu menjadi tertutup.

Demikian hal tersebut disampaikan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof Fathul Wahid melalui keterangan resminya di Yogyakarta, Selasa (13/6/2023) dikutip dari Antara.

Baca Juga: Mahfud MD Sebut Jokowi akan Umumkan Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di Aceh

"Sebagai pengawal demokrasi (the guardians of democracy), MK sudah selayaknya dan seharusnya menolak permohonan pengubahan sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup," kata Fathul.

Menurut Fathul, sikap itu selaras dan konsisten dengan Putusan MK Nomor 22/PUU/IV/2008 terdahulu.

Dalam putusan itu ditegaskan bahwa dasar penetapan calon terpilih berdasarkan calon yang mendapatkan suara terbanyak secara berurutan, bukan atas dasar nomor urut terkecil yang ditetapkan hanya di internal partai politik (parpol).

"Sistem pemilu terbuka memastikan bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat dan pemeliharaan iklim demokrasi terus lestari," ujar Fathul.

"Dan berjalan dengan baik di Indonesia karena akan menjamin bahwa calon wakil rakyat yang terpilih adalah benar-benar pilihan rakyat dan bukan hanya pilihan parpol."

Baca Juga: Menko Polhukam Mahfud MD Optimis Pemilu 2024 Tidak Sepanas 2019

Sistem pemilu terbuka, kata dia, akan memperkuat partisipasi dan kontrol publik terhadap wakil rakyat yang akan duduk di parlemen.

Partisipasi dan kontrol publik tersebut, menurutnya, berangkat dari hubungan antara wakil rakyat dan konstituennya yang merupakan ciri pelaksanaan sistem demokrasi.

"Demokrasi memberikan saluran kepada warga negara untuk berhubungan langsung dengan sumber kewenangan dan kekuasaan politik," ujat dia.

Menurut Fathul, MK juga harus mengantisipasi dan memperhatikan dampak besar terhadap perubahan sistem pemilu terbuka menjadi tertutup.

Sebab, seluruh proses yang telah dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sejak Juni 2022 sampai dengan Juni 2023 diselenggarakan dengan rujukan sistem pemilu terbuka.

Baca Juga: Hasto Luruskan Belum Ada Pembicaraan Kerja Sama Politik dengan Partai Demokrat untuk Pemilu 2024

"Perubahan atas sistem tersebut dikhawatirkan akan merobohkan seluruh proses yang telah dibangun KPU selama ini," ucap Fathul.

Oleh karena itu, Rektor UII bersama Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UII (HTN FH UII), dan Pusat Studi Hukum KonsFtusi FH UII (PSHK FH UII) mendesak MK untuk menolak Perkara Nomor 114/PUU/XX/2022 dan tetap mempertahankan sistem pemilu terbuka.

Fathul juga mendukung KPU untuk tetap fokus menyelenggarakan tahapan Pemilu 2024 agar tercipta pemilu yang berintegritas.

"Meminta parpol untuk melakukan pendidikan dan pembinaan kepada kadernya agar dapat menciptakan iklim politik yang sehat dan berkualitas," ujar Fathul.

Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Baca Juga: MK Sudah Buat Jadwal Sidang Putusan Uji Materi UU Pemilu, Bocoran Denny Indrayana Diuji

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).

MK akan memutus sidang perkara gugatan Undang-Undang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka pada Kamis 15 Juni 2023.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU