> >

ICW Desak KPU Batalkan 2 Aturan yang Loloskan Mantan Koruptor Nyaleg sebelum Penuhi Jeda 5 Tahun

Hukum | 24 Mei 2023, 06:15 WIB
Ilustrasi koruptor. ICW mendesak KPU untuk membatalkan aturan yang meloloskan mantan koruptor bisa ikut nyaleg sebelum penuhi jeda 5 tahun.(Sumber: Kompas.com/LAKSONO HARI W)

Berikut uraian dari KepKPU tersebut:

“Mantan terpidana yang diputus pidana tambahan pencabutan hak politik 3 (tiga) tahun, yang bersangkutan bebas murni pada tanggal 1 Januari 2020. Jika mendasarkan pada amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022 maka jeda waktu untuk bisa dipilih harus melewati 5 (lima) tahun sehingga jatuh pada tanggal 1 Januari 2025. Namun berdasarkan pertimbangan hukum yang termuat pada halaman 29 Putusan Mahkamah Konstitusi dimaksud yang mempertimbangkan ”sepanjang tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap”, sehingga mantan terpidana yang mendapatkan pidana tambahan pencabutan hak politik 3 (tiga) tahun, maka hanya berlaku pencabutan hak pilih tersebut. Yang bersangkutan telah memiliki hak untuk dipilih per tanggal 1 Januari 2023, terhitung 3 (tiga) tahun sejak bebas.”

Baca Juga: Mahfud Bicara soal Kecurangan Pemilu, Bandingkan dengan Era Orde Baru: Dulu yang Curang Pemerintah

"Berdasarkan KepKPU di atas terlihat bahwa KPU seperti berpura-pura tidak memahami konstruksi putusan MK," jelas ICW.

"Mestinya perhitungan yang benar tetap berpijak pada kewajiban melewati masa jeda waktu lima tahun, kemudian dikurangi dengan lamanya pencabutan hak politik," lanjutnya.

Oleh karena itu, kata ICW, jika terpidana dikenakan pencabutan hak politik selama tiga tahun sebagaimana simulasi di atas, hak politiknya tetap tidak bisa langsung digunakan, melainkan harus menunggu dua tahun lagi agar mandat putusan MK berupa masa jeda waktu dapat terpenuhi. 

Terlebih lagi, MK telah menguraikan alasannya mengapa waktu lima tahun harus dipatuhi sebagai masa jeda sebelum seorang mantan terpidana maju dalam kontestasi politik, yakni:

“Sebagaimana telah dikutip dalam pertimbangan hukum putusan-putusan sebelumnya masa tunggu 5 (lima) tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana adalah waktu yang dipandang cukup untuk melakukan introspeksi diri dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungannya bagi calon kepala daerah, termasuk dalam hal ini calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota”

Melalui penegasan uraian putusan di atas, kata ICW, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa MK menghendaki masa jeda waktu bagi mantan terpidana yang ingin maju dalam kontestasi politik apa pun, baik pemilihan kepala daerah maupun pemilihan anggota legislatif. 

"Dua PKPU yang dibuat oleh KPU ini akan menimbulkan dampak buruk bagi Pemilu, pemberantasan korupsi, dan masyarakat sebagai Pemilih," tegasnya.

ICW menguraikan setidaknya tiga dampak buruk dari dua PKPU tersebut.

Pertama, KPU terlihat seperti sedang ingin mencoreng nilai integritas dalam Pemilu.

Kedua, KPU berpihak pada koruptor dan mengabaikan pemberian efek jera kepada pelaku korupsi. 

Ketiga, KPU melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan wakil rakyat yang berintegritas.

"Dalam hal ini penting untuk KPU ketahui bahwa praktik korupsi politik kian masif dan gencar terjadi belakangan waktu terakhir," jelas ICW.

Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), satu per tiga dari total 1.519 tersangka, yakni 521 orang di antaranya berasal dari klaster politik. 

"Maka dari itu, bagi pelaku yang berasal dari klaster politik penting untuk memformulasikan pemberian efek jera, di antaranya dengan mewajibkan melewati masa jeda waktu lima tahun sebelum mereka dapat diberikan hak politik kembali," ujarnya.

 

 

Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU