> >

Ini Sejumlah Pasal Krusial dalam Draf RUU Perampasan Aset Koruptor yang Tak Kunjung Dibahas DPR

Hukum | 16 Mei 2023, 06:30 WIB
Draf Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana atau RUU Perampasan Aset yang terus didorong pemerintah untuk disahkan oleh DPR menjadi UU. (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah terus mendorong agar Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana atau RUU Perampasan Aset dapat segera dibahas dan disahkan menjadi UU. 

Ada sejumlah pasal penting yang dapat menguntungkan aparatur hukum dalam memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU), tindak pidana korupsi, tindak pidana ekonomi hingga kejahatan keuangan. 

Berikut sejumlah pasal krusial RUU Perampasan Aset yang dirangkum KOMPAS TV

Dalam Pasal 2 draf RUU Perampasan Aset disebutkan, perampasan aset tidak didasarkan pada penjatuhan pidana pelaku tindak pidana. 

Baca Juga: Menunggu RUU Perampasan Aset Dibahas DPR, ‘Now or Never?’ - OPINI BUDIMAN

Pasal 3 ayat (1) draf RUU Perampasan Aset menjelaskan perampasan aset tidak akan menghapuskan kewenangan penuntut pelaku tindak pidana. 

Kemudian dalam Pasal 5 ayat (2) menjelaskan aset yang dirampas adalah aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal-usul perolehannya.

Selanjutnya dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dan b, aset yang dirampas bernilai paling sedikit Rp100 juta atau terkait tindak pidana dengan ancaman empat tahuh lebih. 

Berdasarkan Pasal 7 draf RUU Perampasan Aset, setidaknya ada empat keadaan perampasan aset dapat dilakukan. 

Baca Juga: Wamenkumham: RUU Perampasan Aset Bisa Sita Aset Pelaku Kejahatan di Luar Negeri

Pertama, tersangka atau terdakwa meninggal, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya.

Kedua, terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Ketiga, perkara pidananya tidak dapat disidangkan. 

Keempat, terdakwa telah diputus bersalah oleh pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan di kemudian hari diketahui terdapat aset tindak pidana yang belum dirampas.

Pasal 16 ayat ayat (1) draf RUU Perampasan Aset menyebut aset tindak pidana yang akan disita di luar negeri, permintaan pemblokiran atau penyitaan diajukan ke lembaga berwenang di negara tersebut.  

Baca Juga: Survei Litbang Kompas: 8 dari 10 Orang Dukung RUU Perampasan Aset, Tunggu Gebrakan Jokowi dan Mahfud

Di ayat (2) disebutkan, jika permintaan pemblokiran atau penyitaan ditolak, penyidik dapat memblokir atau menyita aset yang ada di Indonesia sebagai pengganti yang nilainya setara. 

Potensi Abuse of Power 

Potensi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dalam pengelolaan aset di RUU Perampasan Aset ini mendapat perhatian jika dilakukan oleh satu lembaga.

Dalam draf yang didapat KOMPAS TV, di Pasal 50 dijelaskan, pengelolaan aset dilaksanakan oleh Jaksa Agung berdasarkan asas profesional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi dan akuntabilitas. 

Baca Juga: Adanya Upaya Sembunyikan Aset Hasil Gratifikasi, Rafael Alun Ditetapkan Jadi Tersangka TPPU!

Di draf juga tertera catatan bahwa pengelolaan aset oleh Jaksa Agung sudah dilaporkan ke Kemenkopolhukam karena pelaksanaan pengelolaan aset oleh Jaksa Agung sudah diatur dalam Pasal 51 draf RUU Perampasan Aset.

Pasal 51 ayat (2) menyebut tugas pengelolaan aset meliputi penyimpanan aset tindak pidana, pengamanan, pemeliharaan, pemindahtanganan, penggunaan, pemanfaatan hingga pengembalian aset tindak pidana. 

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU