Soal Potret Kerukunan Pascareformasi, Guru Besar UIN: Dialog Jadi Basis Terbentuknya Kohesi Sosial
Humaniora | 10 Mei 2023, 23:50 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Guru Besar Program Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, M. Ridwan Lubis mengatakan, sebagai bangsa yang dibangun di atas keragaman, dialog adalah suatu keniscayaan guna merajut keragaman menjadi potensi kekuatan.
"Dialog menjadi basis terbentuknya kohesi sosial yang disebut kerukunan hidup umat beragama," kata Ridwan, Selasa (9/5/2023).
Baca Juga: Telkom University Buka Beasiswa Jalur Keagamaan 2023, Ini Jadwal dan Syaratnya
Pernyataan Ridwan tersebut diungkapkan pada saat bedah buku di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat.
Buku yang dibedah itu bertajuk "Potret Kebijakan Pembangunan Kerukunan Beragama Pascareformasi Di Indonesia" yang ditulis oleh Ridwan sendiri bersama Ahmad Tholabi Kharlie, Guru Besar Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menurut Ridwan, dalam buku ini memuat tiga komponen, yakni studi literatur berkenaan dengan pluralitas bangsa.
Kemudian tentang pengalaman berinteraksi dalam berbagai organisasi kerukunan melalui partisipasi di berbagai dialog kerukunan.
Selain itu, lanjut Ridwan, tentang studi lapangan melalui kunjungan lapangan selama aktif di lingkungan Kemenag (2005-2007) dan sesudahnya.
"Buku ini pada mulanya merupakan laporan sebuah penelitian yang difasilitasi LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta," tutur Ridwan, mantan Kepala Puslitbang Kehidupan Beragama Kemenag, itu.
Ia mengungkapkan, konsep kerukunan melampaui kedudukan sebagai pengetahuan meningkat kepada penghayatan dan pengalaman sosial.
Karena kerukunan terintegrasi dengan kehidupan nyata, terutama dengan aspek suasana sukaria dan kesedihan sosial.
Untuk itu, potensi kebijakan primus interpares yang menempatkan diri di atas semua keragaman.
"Pancasila sebagai hasil dialog antar pemikiran yang dipadukan menjadi filsafat hidup berbangsa yang mengatasi semua aspek pemisah di antara masyarakat," ujarnya.
Maka, lanjut Ridwan, ada faktor kekuatan kebijakan kerukunan, yakni kesepahaman terhadap esensi kerukunan secara internal dan eksternal.
Baca Juga: Penembakan Kantor MUI Pusat, Menag: Pelaku Orang yang Salah Belajar Agama!
Yang dimaksud secara internal, kata Ridwan, meyakini secara absolut ajaran agama yang diyakininya dan tidak membuka diri mencari kebenaran yang lain
Sedangkan kerukunan secara eksternal ialah pengakuan, penghargaan, dukungan terhadap keberadaan penganut agama/kepercayaan lain.
Lalu berupaya ikut menikmati suasana kesyahduan ketika orang lain mengamalkan ajaran agamanya atau merayakan hari besar agamanya.
Di samping Ridwan, yang menjadi pemateri atau narasumber penanggapnya adalah Ihsan Ali Fauzi dari Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina.
Ada pula Aji Sofanudin selaku Kepala Pusat Riset Agama dan Kepercayaan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) Republik Indonesia.
Diskusi bedah buku yang digelar oleh Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) Pusat tersebut dimoderatori oleh editor bukunya, Muhammad Hafiz.
Penulis : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV