> >

Flexing Disebut Pintu Masuk Korupsi, Ini Penjelasan Guru Besar UI Rhenald Kasali

Peristiwa | 22 April 2023, 19:37 WIB
Ilustrasi flexing atau pamer harta kekayaan. (Sumber: mohamed_hasan/pixabay)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemberitaan soal pejabat pamer harta di media sosial atau flexing masih menjadi pembicaraan. Baru-baru ini, Kepala Dinas Kesehatan Lampung menjadi sorotan publik karena kerap memamerkan tas-tas mewahnya yang bernilai ratusan juta rupiah.

Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali pun tidak menampik, flexing adalah pintu masuk korupsi. Ia menganalogikan pendapatan kepala dinas yang berkisar Rp5 juta per bulan, namun bisa membeli tas seharga Rp200 juta.

“Seharusnya pendapatannya Rp1 miliar jika memiliki tas dengan harga sekian, seperlima dari pendapatannya,” ujarnya, Sabtu (22/4/2023).

Baca Juga: Jaksa Agung Ingatkan Jajarannya yang Mudik: Jangan Flexing di Kampung dan Masuk Kantor Tepat Waktu

Menurut Rhenald, ada pola tertentu saat manusia melakukan pengeluaran. Namun, ia menyayangkan, selama ini alat-alat yang digunakan penyidik untuk menelusuri uang dugaan kasus korupsi masih bersifat konvensional.

Ia mencontohkan, dirjen di Kementerian Keuangan melakukan penyidikan berdasarkan temuan administratif. Padahal, warganet sekarang sudah memiliki big data dengan algoritma yang membuat publik menjadi tahu sendiri.

“Seperti Bima yang menyoroti jalan rusak di Lampung, harusnya menyorot Kepala Dinas PUPR, tetapi yang kena Kepala Dinkes. Ini disebut efek kepak sayap kupu-kupu,” tuturnya.

 

Bagi Rhenald, yang terpenting saat ini bukan melarang orang flexing, melainkan larangan untuk melakukan tindak korupsi. Ia beranggapan, selama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah cukup keras menegur.

Kendati demikian, ia mengingatkan, mengubah gaya hidup seseorang bukan hal yang mudah dan instan, lantaran sudah menjadi pola yang bertahun-tahun terbentuk.

Ia menyebutkan, pembenahan tidak cukup hanya dengan sumpah jabatan ketika seseorang diangkat menduduki jabatan tertentu, namun pejabat tertinggi, misal gubernur, harus memberi contoh.

Baca Juga: Buntut Istri Flexing di Medsos, Sekda Riau Diperiksa KPK

Selain itu, pimpinan juga harus berani menegur anak buahnya. Rotasi jabatan juga diberlakukan untuk mencegah korupsi. Sebab, orang yang terlalu lama menduduki satu pos, berpotensi melakukan korupsi.

 

 

Penulis : Switzy Sabandar Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU