Gerhana Matahari dan Hubungannya dengan Awal Bulan Syawal atau Idulfitri 1444 Hijriah
Peristiwa | 19 April 2023, 05:20 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Gerhana matahari berhubungan dengan penentuan awal bulan Syawal atau Idulfitri 1444 berdasarkan hisab wujudul hilal.
Gerhana matahari terjadi ketika matahari, bulan, dan bumi berada dalam satu garis lurus. Posisi ini terjadi ketika bulan baru, yaitu saat matahari dan bulan mengalami konjungsi (ijtimak).
Berdasarkan konsep tersebut, bisa dipastikan bahwa gerhana matahari terjadi ketika bulan baru. Akan tetapi, belum tentu terjadi gerhana matahari setiap fase bulan baru.
Melansir situs Muhammadiyah, Selasa (18/4/2023), umumnya apabila hari ini terjadi gerhana matahari, maka besok sudah masuk bulan baru hijriah.
Akan tetapi kembali lagi kepada waktu terjadinya gerhana. Jika gerhana terjadi pada pagi sampai siang hari, maka besok kemungkinan besar sudah bulan baru, karena tinggi hilal sudah berada di atas ufuk.
Apabila gerhana matahari terjadi ketika sore, maka hilal kemungkinan masih di bawah ufuk dan keesokan harinya belum masuk bulan baru.
Baca Juga: 4 Tips Aman Lihat Gerhana Matahari pada 20 April, Jangan Lihat Langsung!
Tinggi hilal pada tanggal 29 Ramadan 1444 H bertepatan dengan tanggal 20 April 2023, yakni hari terjadinya gerhana matahari, di Banda Aceh adalah 2°21,39’.
Tinggi hilal tersebut sudah cukup masuk kriteria hisab hakiki wujudul hilal, sehingga pada tanggal 21 April 2023 sudah dianggap bulan Syawal. Akan tetapi, tinggi hilal tersebut belum memenuhi kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) yang mensyaratkan tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Oleh karena itu, apabila menggunakan metode rukyatul hilal, bulan baru Syawal akan dimulai pada 22 April 2023.
Perbedaan metode penentuan awal bulan, yakni wujudul hilal dan rukyatul hilal itu akan mengakibatkan perayaan Hari Raya Idulfitri nanti tidak dilaksanakan secara serentak.
Penyebab terjadinya gerhana matahari hibrida
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Gerhana Matahari Hibrida (GMH) terjadi ketika Matahari, Bulan, dan Bumi tepat segaris sehingga di suatu tempat tertentu terjadi peristiwa piringan Bulan yang teramati dari Bumi lebih kecil daripada piringan Matahari.
Lalu, di tempat tertentu lainnya, terjadi peristiwa piringan Bulan yang teramati dari Bumi sama dengan piringan Matahari.
Akibatnya, saat puncak gerhana di suatu tempat tertentu, Matahari akan tampak seperti cincin, yaitu gelap di bagian tengahnya dan terang di bagian pinggirnya, sedangkan di tempat lain, Matahari seakan-akan tertutupi Bulan.
Baca Juga: Gerhana Matahari Hibrida 20 April 2023, Kemenag Ajak Umat Muslim Salat Kusuf
GMH terdiri dari dua tipe gerhana, yakni Gerhana Matahari Cincin dan Gerhana Matahari Total (GMT).
Terdapat tiga macam bayangan Bulan yang terbentuk saat GMH, yaitu antumbra, penumbra, dan umbra.
Di wilayah yang terlewati antumbra, gerhana yang teramati berupa Gerhana Matahari Cincin. Sementara di wilayah yang terkena penumbra, gerhana yang teramatinya berupa Gerhana Matahari Sebagian. Kemudian di daerah tertentu lainnya yang terlewati umbra, gerhana yang teramati berupa GMT.
Wilayah Indonesia yang mengalami Gerhana Matahari
BMKG mengungkapkan, GMH pada 20 April 2023 mendatang akan terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, kecuali sisi utara Provinsi Aceh.
GMH yang terjadi di Indonesia merupakan GMT dan gerhana matahari sebagian. Wilayah Indonesia tidak mengalami gerhana matahari cincin.
Tiga provinsi, yaitu Maluku, Papua Barat, dan Papua akan mengalami GMT. Sedangkan wilayah lain akan mengalami gerhana Matahari sebagian dengan magnitudo gerhana tertentu.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV